Albert Camus, filsuf yang sempat jadi pemain bola, pernah berkata sebagai berikut:
“Segala yang saya ketahui tentang moral dan tanggung jawab, semua didapatkan dari sepakbola.”
Tentu, banyak orang mafhum bahwa sepakbola adalah “miniatur” dari kehidupan manusia. Ada hierarki kekuasaan; ada kekuatan uang; kerjasama; semangat mengejar prestasi… bahkan juga keringat dan air mata! 😯 Tapi bukan itu yang hendak kita bahas kali ini.
Jadi, ceritanya, saya baru saja memainkan game Football Manager 2007 di komputer saya (lagi). Meskipun begitu, berbeda dengan sebelumnya, kali ini saya tidak melatih Leeds United — melainkan tim tetangganya di divisi Championship Liga Inggris, West Brom. Tak dinyana dan tak disangka (*halah*), saya menemukan bahwa omongan Camus di atas benar adanya. 😕
Benar, saudara-saudara. Dua kali mengulang satu musim di game tersebut, saya menemukan bahwa banyak kebijaksanaan yang bertebaran di dunia sepakbola! 😮 Terutama sebagai manajer, yang kegiatannya saya simulasikan lewat game tersebut.
Seperti apa kebijaksanaannya, here goes…
6. Uang Bukan Segalanya
Di sesi sebelumnya, saya melatih sebuah tim yang sedang terlilit hutang. Kali ini saya cukup beruntung: board menyediakan dana transfer sebesar 7.5 juta dolar. Saya pun bisa berburu pemain dengan lebih leluasa.
Tapiii… ada sebuah tapi, saudara-saudara.
Tapi.
Tapi.
Bahkan dengan standar gaji dan fee yang lebih tinggi, tidak semua pemain yang saya incar mau bergabung! 😮
Kok bisa? Usut punya usut, ternyata ini karena tim saya masih berstatus divisi rendahan (sehingga pemain bintang jadi malas bergabung). Pemain yang bukan bintang juga punya alasan: ada yang masih betah di klubnya sekarang, atau loyalnya minta ampun. Uang yang ditawarkan pun jadi sia-sia.
——
Moral: Ingatlah bahwa pemain bola juga manusia. Punya rasa, punya hati, dan tak bisa dipaksa. (u_u)
(jadi ingat sama Kaka. 😆 )
5. Atasan (Board) Cerewet, Bagaimana mengatasinya?
Board tim saya yang sekarang sebenarnya cukup suportif. Kurangnya cuma satu: mereka beberapa kali mencampuri kebijakan transfer.
Misalnya ketika saya hendak membeli seorang striker muda berusia 22 tahun. Pemain ini mempunyai nilai agility dan acceleration 18, serta finishing 17. Tentunya ini investasi yang bagus. Saya pun membelinya seharga 2.2 juta dolar.
Presiden klub bertanya, “Ini apa tidak terlalu mahal? Sebaiknya Anda pikir ulang.”
Respon saya: “sign player”
Board kemudian menanggapi: “slightly unhappy with your decision to purchase player X”
Wups, bahaya… 😕
Untungnya saya tidak salah pilih. Pemain tersebut kemudian mencetak banyak gol — dan mengantar tim saya promosi ke Divisi Utama lewat babak playoff. Board pun kembali berbahagia.
——
Moral: Jika suatu kali Anda menghadapi atasan yang cerewet di dunia nyata, ingatlah wejangan ini: jawab dengan prestasi. Anda tak bisa mengubah pendapat orang jika bukan lewat tindakan nyata.
4. Kemampuan Teknis Bukan Segalanya
Banyak orang percaya bahwa, untuk membangun tim bola yang hebat, orang cuma harus membeli banyak pemain berteknik dan memasang formasi yang cocok. Ini tidak sepenuhnya benar — dua kali saya melakukannya di FM, dan hasilnya gagal total. x(
Apa masalahnya?
Ternyata harmoni tim yang sudah terbentuk sebelumnya terganggu. Pemain baru juga butuh waktu beradaptasi. Inilah yang akhirnya membawa dampak buruk bagi tim.
Apa jadinya jika Anda menurunkan 5-6 pemain baru di sebuah pertandingan Piala FA? Hampir mustahil tim Anda langsung nyetel. Justru tim Anda berpotensi kalah besar. sebagaimana pernah saya alami xD
Belum lagi mental pemain lama juga terganggu, karena takut posisinya diserobot ‘anak baru’. Jadi, untuk selanjutnya, saya membatasi diri dalam jual-beli pemain. Cukuplah seperlunya saja. Tak usah banyak-banyak — yang penting efisien, dan (tentunya) nyambung dengan semangat tim. ^^
—–
Moral: Membentuk tim, apapun itu, bukan sekadar berburu bakat. Terdapat juga hal-hal ‘tak terlihat’ tapi penting, seperti kestabilan mental, chemistry dan komunikasi.
3. Perhatikan Ego Personel
Terkadang, ada pemain yang merengek protes ke media karena tak diberi jatah bermain. Pemain jenis ini biasanya punya teknik yang lumayan, sehingga merasa berhak tampil tiap minggu. Tindakan macam ini bisa menimbulkan kisruh di ruang ganti. Malah, jika kisruhnya meluas, fans bisa ikut panas-dingin (karena beritanya masuk koran). Kinerja tim di lapangan pun terganggu.
Hal yang sama berlaku jika Anda memimpin tim kerja di dunia nyata. Jangan sampai perilaku satu orang sampai mengganggu keseluruhan proyek. Ini harus ditanggulangi sebelum terlambat — pastikan Anda bisa mengecilkan ukuran kepala si personel ybs. tanpa mengusik anggota tim lain.
Saya sendiri biasanya menanggapi dengan positif di media, tapi memberi ganjaran yang ‘secukupnya’ di ruang ganti. Tidak perlu macam-macam. 👿
——
Moral: Jangan biarkan seorang personel di tim Anda bersifat egois. Perhatikan keluhannya dan tanggapi. Selesaikan masalah tersebut sebelum kisruhnya jadi meluas.
2. Kepribadian Orang Banyak Jenisnya
Di dunia FM, terdapat fitur bernama player interaction. Anda bisa memuji seorang pemain di media; mengkritik penampilan buruknya tempo hari; atau malah bersikukuh ingin mentransfernya musim depan. Banyak hal bisa dilakukan di sini.
Tapi, tahukah Anda? Ternyata tidak ada resep baku “bagaimana berinteraksi dengan pemain”. 😕
Seorang pemain yang saya puji, ternyata justru tertekan karena mengira pujian itu tolok ukur ekspektasi. Ada yang bemused karena merasa dipuji berlebihan — tetapi, di sisi lain, banyak juga yang nod in agreement.
Lain waktu, saya coba melakukan kritik. Ternyata cara mereka menerima kritikan juga bermacam-macam. Ada yang menerima dalam diam; ada yang ‘bernyanyi’ ke media. Ada juga yang menanggapi dengan positif. Benar-benar tak bisa dipukul rata. 😐
——
Moral: Jadi, lain waktu Anda bekerja dengan tim, ingatlah bahwa kepribadian orang — dan cara menanganinya — itu berbeda-beda. Pastikan Anda mengenal mereka dengan baik, dan berikan asupan mental yang tepat dari situ. 😀 *halah*
Meskipun begitu, kebijaksanaan terbesar yang saya dapat dari FM masih belum disebut. Bahwasanya…
1. Sehebat Apapun Seorang Manajer, Semua kembali pada Pemain di Lapangan
Ini, bagi saya, adalah pelajaran paling penting. (u_u)
Sehebat apapun Anda dalam bertaktik, tak ada gunanya jika anak asuh Anda bermain jelek. Sia-sia saja kemenangan di depan mata jika center back Anda kemudian meloloskan bola ke gawang sendiri. Harapan menang pun bisa sirna karena pemain Anda emosi dan terkena kartu merah. Pada dasarnya, Anda cuma bisa mengarahkan dari jauh. 😕
Seorang pemimpin bertugas mengatur, tetapi tidak bisa memutlakkan hasil akhir. Manajer bola juga begitu: ia cuma bisa mempersiapkan apa yang baik, dan menyerahkan semuanya pada ‘pekerja’ yang sebenarnya.
Inilah kebijaksanaan universal dalam hierarki memimpin-dan-dipimpin. Mulai dari bos perusahaan, jenderal perang, hingga aparat pemerintahan, semua tunduk pada kaidah yang satu ini. ^^
Oleh karena itu, jika Anda kebetulan jadi pemimpin, ingatlah untuk selalu akrab pada bawahan Anda. Keberhasilan Anda ditentukan dari pekerjaan mereka juga. Jangan buat mereka tersia-sia — apalagi sampai memandang Anda sosok yang ‘dingin’ dan ‘jauh’. Pekerjaan takkan jadi mudah kalau begitu. 😉
——
Moral: Tugas utama pemimpin adalah mengatur, bukan bekerja. Yang bekerja paling banyak adalah bawahan. Jadi, pastikan Anda akrab dengan anak buah Anda — sebab keberhasilan Anda adalah hasil kerja mereka juga.
Untuk catatan-catatan ringan lainnya di blog ini, silakan lihat kategori trivia. Atau personal scraps. Dan kunjungi BOTD Top Picks, jika Anda penasaran apa yang tidak saya baca jika sedang nganggur.
Read Full Post »