Feeds:
Pos
Komentar

Posts Tagged ‘evolusi’

Pembaca, pernahkah Anda membayangkan tentang manusia pertama? Sosoknya saya serahkan pada Anda. Jika Anda religius, boleh membayangkan Nabi Adam; jika tidak religius, boleh membayangkannya dalam konteks single origin hypothesis.

Sudah? Sekarang, bayangkan manusia pertama tersebut berkembang biak. Beranak-cucu, hingga punya banyak keturunan. Hingga kemudian terbentuk sebuah keluarga besar “manusia purba”.

Dan kisah ini pun dimulai…

 

I. Migrasi

 

Pertama-tama, mari kita bayangkan keluarga besar yang sudah disebut. Selama ini keluarga besar manusia tinggal di sepetak tanah. Benua Afrika yang subur adalah tempat mereka tinggal — semua kebutuhan terpenuhi di situ. Jika ingin makan daging, mereka berburu; jika tidak, mereka memetik buah dan daun. Kehidupan masih sederhana dan belum ada struktur sosial.

Meskipun begitu, seiring waktu, keluarga besar tersebut mulai membengkak. Anak-beranak, generasi ke generasi, hingga akhirnya jumlahnya jadi besar. Afrika yang tadinya makmur tak lagi cukup menampung mereka. Ibaratnya, makanan hanya untuk 10 orang, tapi populasi sekarang 50 orang. Maka mereka pun memutuskan mencari tanah baru.

Sedikit demi sedikit mereka pun berjalan…

 

out-of-africa

(image courtesy of University of Texas)

 
Keluar dari Afrika. Menuju tempat-tempat baru yang sebelumnya asing — hingga akhirnya mendarat di berbagai pelosok bumi.

 

to the world

(image courtesy of San Diego State University)

 

Sebagian memilih Eropa, sebagian lagi jalan terus sampai Asia. Sebagian lagi menyabung resiko menyeberangi Selat Bering; menjadi nenek moyang bangsa Aztec dan Inca. Adapun sebagian kecil mencoba berperahu melewati Samudra Hindia dan Pasifik.

Dari satu titik di benua Afrika, mereka menyebar mencari tanah-tanah baru. Perjalanan ini berlangsung selama puluhan ribu tahun.

 

II. Adaptasi

 

Syahdan, keluarga besar manusia sekarang tersebar di muka bumi. Ada yang memiliki tanah di Amerika; ada yang di Eropa dan India. Perlahan-lahan mereka menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.

Yang tinggal di Eropa mendapat cuaca dingin dan sedikit matahari. Tubuh mereka pun beradaptasi: kulit yang tadinya gelap kini menjadi terang. Warna mata berganti menjadi cerah. Lingkungan yang tak bersahabat menuntut kerja keras… menghasilkan badan yang tinggi dan besar.

Yang tinggal di Asia Tengah mendapat lebih banyak matahari, tetapi tanahnya berdebu dan bergurun. Perlahan-lahan mereka mengembangkan bentuk mata sipit dan kulit coklat. Berkembanglah cikal-bakal ras mongol yang sekarang kita kenal.

Yang tinggal dekat khatulistiwa memiliki sinar matahari sepanjang tahun. Cuaca basah dan tanahnya subur. Tidak perlu berburu, apalagi bekerja menaklukkan alam seperti saudaranya di Eropa — maka berkembanglah ras yang badannya kecil-lincah dan berkulit cokelat.

Sedangkan yang tinggal di Afrika tetap dengan ciri-cirinya sejak awal. Berbadan kuat dan besar sebagai pemburu, berkulit gelap menangkal matahari. Mata dan rambut mereka hitam oleh pigmen penangkal ultraviolet. Maka demikianlah ras Afrika yang kita kenal sekarang.

Tentunya ada banyak ras lain yang belum disebut. Meskipun begitu, empat contoh di atas harusnya cukup jelas untuk mengilustrasikan konsep “ras” dan asal-usulnya — saya yakin Anda paham apa yang saya maksud. ๐Ÿ˜‰

 

III. Reuni

 

Nah, setelah ribuan tahun terpisah, ras-ras manusia ini kemudian bertemu kembali. Dunia kita ini memang aneh — semua yang tadinya berpencar, kemudian bertemu lagi pada akhirnya. ๐Ÿ˜€ Air laut naik jadi air hujan, jatuhnya ke bumi lagi. Biji padi disemai di sawah, akhirnya masuk ke lumbung. Demikian juga umat manusia yang beragam ras di atas.

Berkat kemajuan transportasi, sekarang tidak sulit bagi kita bertemu orang di benua lain. Tinggal naik pesawat atau kapal laut, maka jadilah. Malah bukan saja kita bertemu — kalau mau, menikah dengan orang ras lain pun tidak masalah! ๐Ÿ™‚

Inilah yang disebut sebagai gene flow dalam konteks biologi. Orang-orang dengan genetik yang berbeda, dari tempat yang berbeda, bisa bertemu dan berkumpul di satu tempat. Mengutip peribahasa: “Asam di gunung, garam di laut, bertemu di belanga”. Contohnya ada banyak di sekitar kita.

Tidak percaya? Coba saya tanya. Sepanjang hidup Anda di Indonesia, ada berapa banyak kenalan yang berdarah Arab? Tionghoa? Indo? Berani taruhan — pasti lebih dari satu! :mrgreen:

Adapun itu baru di Indonesia. Di Amerika Serikat, negara yang terkenal membuka diri pada imigran, terdapat populasi kulit putih, kulit hitam, Asia, Inuit, dan Hispanik. Jadi mungkin bisa dibilang: umat manusia yang tadinya terkotak-kotak oleh ras, kini sedang merapat kembali dan bersatu dalam belanga.

 

IV. Multiras: Melampaui Batas Suku

 

Sebagaimana sudah disebut, di masa kini ras-ras yang berbeda — hasil adaptasi dan evolusi ribuan tahun — mulai bertemu kembali. Orang-orang dari tempat yang jauh saling berinteraksi; beberapa malah sampai menikah dan berketurunan. Otomatis, ini berarti munculnya satu genre identitas baru: identitas multiras.

Atau, kalau boleh dibilang, anak-anak yang lahir dari perkawinan beda suku. Di Indonesia kita menyebutnya “blasteran”.

Saat ini fenomena multiras adalah hal yang umum. Paman saya, orang Jawa, menikah dengan wanita Batak dan mendapat seorang anak. Teman ngobrol saya waktu kuliah berdarah Arab. Cinta pertama saya gadis Indo-Padang, dan lain sebagainya. Pada akhirnya ini menunjukkan satu hal: identitas kita bukan lagi tunggal dan terkotak. Melainkan campursari antara budaya sini, budaya situ, genetik sini dan genetik situ.

Barangkali lebih mudah jika ditunjukkan lewat nama. Dulu selebriti kita punya nama “Indonesia” seperti Roekiah dan Raden Mochtar. Sekarang kita punya Rianti Cartwright, Indra Bruggman, Farah Quinn. Di Kanada ada David Suzuki; di Prancis ada Patrick Vieira; di Jerman ada Mehmet Scholl. Masih banyak contoh lain yang takkan muat disebut di sini.

Poin saya adalah, pada akhirnya, kita — sebagai manusia — mulai kembali “menyatu” setelah terpisah jarak. Baik itu jarak genetik, jarak budaya, dan jarak sejarah. Kehadiran mereka yang multiras adalah buktinya.

Betapapun di luarnya kita terlihat berbeda, sebenarnya kita datang dari tempat yang sama. Dari padang-padang yang jauh di Afrika, kita mengembara, terpisah, dan akhirnya bercampur lagi. Asia bercampur Eropa, Indian bercampur Eropa, Asia bercampur Afrika… dan lain sebagainya.

Boleh jadi di masa depan umat manusia semuanya ras campursari. Mungkin seperti Tiger Woods dan Obama? Siapa yang tahu? ๐Ÿ˜‰

 

tiger woodsbarack obama

Dua bapak di atas, biarpun sekilas berkulit hitam, sebenarnya mewarisi genetik banyak ras.
Tiger Woods (kiri): keturunan Thai, Cina, Belanda, Afrika, Indian.
Barack Obama (kanan): keturunan Kenya-Amerika, ibu berdarah Inggris.

 

V. Unity in Diversity

 

Hari ini, ketika sedang menulis post ini, saya jadi ingat lagi pada pelajaran PPKn yang didapat waktu sekolah. Anak-anak biasanya bosan dengan pelajaran ini — sekadar mengulang hal biasa, tidak penting, dan lain sebagainya. Meskipun begitu ada satu poin yang diajarkan di sana, yang paling saya ingat sampai sekarang:

Jangan membeda-bedakan teman. Jangan berbuat kesukuan. Jangan mengungkit SARA. Ingat Bhinneka Tunggal Ika: biarpun berbeda-beda tetapi satu jua.

Now how true that statement holds! Bukan saja kita berbeda-beda tapi satu, kita memang satu dari sananya. Berasal dari tempat yang sama di Afrika, kita kemudian berpencar — dan sekarang menuju untuk bersatu lagi. Hanya kepicikan dan rasa naif yang membuat kita mengingkarinya.

Sebagaimana sudah kita lihat bersama di atas. Semua bentuk kesukuan dan ras itu pada dasarnya hanya ilusi. Siapapun orangnya, tak peduli dia berdarah Melayu, Cina, Arab, Indian, Eropa, Eskimo — asalkan sesama manusia, maka dia adalah keluarga. And that’s all that matters.

***

Maka benarlah penulis masyhur H. G. Wells berkata, “Our true nationality is mankind.” Beliau bukan ilmuwan, apalagi ahli sejarah. Meninggalnya pun baru abad lalu. Meskipun begitu, saya pikir ucapan beliau mengilustrasikan sejarah panjang manusia dengan tepat.

Atau, kalau saya boleh mengadaptasinya di sini: We were one, are one, and will be one. In the end, our true nationality is mankind.

Anda setuju? ๐Ÿ˜‰

Read Full Post »

Sekadar pengumuman… tak perlu dikomentari. Sekaligus juga berperan sebagai update log untuk saya. ๐Ÿ˜›

Seminggu terakhir ini, saya mengerjakan update untuk tulisan “Beberapa FAQ tentang Evolusi“. Sebanyak delapan pertanyaan baru (beserta tanggapannya) sudah saya post-kan di tulisan ybs.

Saya juga menambahkan kelompok baru di FAQ tersebut, yakni seksi III – Kesalahan Argumen terkait Adaptasi, Mutasi, dan Spesiasi. Sehingga FAQ tersebut kini memiliki pembagian sbb.:

I. Tentang Definisi dan Konsep “Teori”
(3 pertanyaan)

II. Kesalahan Argumen terkait Ancestry
(4 pertanyaan)

III. Kesalahan Argumen terkait Adaptasi, Mutasi, dan Spesiasi
(6 pertanyaan)

IV. Kesalahan Argumen terkait Aspek Filosofis dan Sosial dari Evolusi
(5 pertanyaan)

V. Famous Last Words
(1 pertanyaan)

 

Total: 19 pertanyaan

Topik baru yang ditambahkan:

  • Tentang minimnya fosil peralihan
  • Tentang salah kaprah Teori Lamarck sebagai Teori Darwin
  • Tentang mekanisme evolusi pasca-Darwin
  • Tentang mutasi yang (katanya) tidak pernah menguntungkan
  • Tentang keberlangsungan makroevolusi
  • Tentang pembentukan keragaman secara acak
  • Tentang tidak adanya hewan campuran/setengah spesies A dan B
  • Tentang Manusia Piltdown dan Nebraska
  • Tentunya halaman tersebut masih akan di-update. :mrgreen:

    Saya juga membuka diri pada koreksi dan masukan apabila ada di antara pembaca yang berkompeten. Umpan balik bisa disampaikan lewat komentar di halaman FAQ yang bersangkutan.

    Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

    onion-rei

    Read Full Post »


    Catatan:

    Ditulis setelah membaca post ini dan ini.

    Catatan II:

    Tulisan ini bersifat melengkapi dengan post tentang metodologi ilmiah yang saya tulis beberapa bulan lalu.

    Catatan III:

    Saya merasa akan ada di antara pembaca yang penasaran, apakah saya sudah membaca Origin of Species, buku Harun Yahya, dan lain sebagainya. Sebenarnya pertanyaan ini fallacious — tapi kali ini biar saya tekankan bahwa saya sudah membaca buku-buku itu. ๐Ÿ™„

    BTW, link untuk PDF Origin of Species: [here]. Silakan diunduh kalau berminat. ๐Ÿ˜‰

    Catatan IV:

    Update dilakukan berdasarkan komentar yang masuk.
    (terakhir: Senin 17/8/2009)

     

    Sebetulnya saya sudah capek membahas tema yang satu ini, terutama bila mengingat bahwa debat evolusi-kreasi — pada umumnya — berakhir ramai-rusuh dan tak berujung-pangkal. Meskipun begitu, ada satu hal yang saya sadari berkenaan dengan hal itu.

    Bahwasanya, banyak orang yang menyerang teori evolusi biasanya tidak memahami hakikat dari teori itu sendiri. Argumennya asal-asalan. Bahkan cenderung sok tahu — kalau kata tersebut dianggap bisa cukup mewakili.

    Padahal, “Teori Evolusi” yang sebenarnya tidaklah seperti yang dibicarakan itu! Boleh-boleh saja kalau mau berdebat, tapi mbok ya pake argumen itu yang benar. Sia-sia saja Anda berdebat sampai capek, tapi inti masalahnya saja nggak ngerti. ๐Ÿ˜

    Jadi, untuk kali ini, saya mencoba merangkum berbagai kesalahan mendasar tentang evolusi yang pernah saya temukan — baik di blogosphere maupun forum-forum internet pada umumnya — dan memberikan penjelasan tentangnya. Seperti apa argumennya, here goes.

     

     
    I. Tentang Definisi dan Konsep “Teori”

     

     
    1. Apa itu Teori Evolusi?

     
    Singkatnya, Teori Evolusi adalah sebuah upaya untuk menyelidiki penyebab (dan proses) terbentuknya keragaman spesies yang kita lihat saat ini. Proses perubahan ini terjadi melalui mekanisme berupa adaptasi dan seleksi alam.

    Evolusi berasumsi bahwa pada awalnya hanya terdapat satu/sedikit spesies di muka bumi milyaran tahun lalu. Dari spesies perintis itu, terjadi upaya adaptasi berdasarkan keadaan alam yang berbeda-beda. Hasil adaptasi ini kemudian diturunkan pada anak-cucu dari makhluk perintis tersebut; mengesankan terjadinya perubahan perlahan-lahan menuju bentuk yang lebih sempurna.

     

    2. Evolusi itu cuma teori. Bukankah teori itu kedudukannya lemah?

     
    Tolong jangan samakan kata “teori” antara penggunaan sehari-hari dan penggunaan ilmiah. Dalam kehidupan sehari-hari, kita biasa menyatakan kata “teori” sebagai dugaan-dugaan yang minim/tanpa bukti. Dalam terminologi ilmiah, “teori” adalah rumusan perilaku alam berdasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan — di mana rumusan ini telah diuji secara akademik dan diakui oleh masyarakat sains.

    Evolusi adalah sebuah teori, sama halnya dengan Teori Relativitas Khusus dan Mekanika Kuantum. Kedudukannya kokoh sampai ada teori baru yang siap menggantikannya.

    Lebih lengkap tentang ini, silakan cek di: [post ini] atau notjustatheory.com.

     

    3. Akhir-akhir ini banyak ilmuwan mengungkapkan berbagai “lubang” yang tak mampu dijelaskan oleh Teori Evolusi. Misalnya di buku Harun Yahya. Bukankah kalau begini harusnya Teori Evolusi sudah diganti?

     
    Saya ingin menjawab pertanyaan ini dalam tiga bagian.

    Pertama, mengenai prosedur penggantian Teori Evolusi. Sebelum ini saya pernah menulis mengenai cara menjatuhkan Teori Evolusi. Teori Evolusi sudah berhasil menjelaskan banyak gejala alam dan keragaman spesies. Misalnya spesiasi, diferensiasi, homologi, keberadaan junk DNA, dan juga keberadaan organ minor yang terdapat dalam tubuh hewan dan manusia (e.g. usus buntu dan tulang ekor).

    Apabila seseorang ingin agar Teori Evolusi diganti, ia harus mempersiapkan teori baru yang mampu menyamai keberhasilan Teori Evolusi sekaligus menjelaskan hal-hal (“lubang”) yang tadinya tak terjelaskan oleh evolusi. Selanjutnya bisa Anda baca di [post ini].

    Kedua, terkhusus mengenai argumen kreasionis, utamanya buku Harun Yahya. Kebanyakan argumen tersebut tidak melakukan cover both side. Di satu sisi mereka menampilkan para ilmuwan yang mengkritik evolusi, tetapi di sisi lain sama sekali mengabaikan keberhasilan ilmiah yang sudah dicapai oleh Teori Evolusi. Sehingga terkesan bahwa evolusi benar-benar berada di ambang kehancuran; padahal kenyataannya tidaklah seperti yang digembar-gemborkan.

    Catatan terkait tentang Harun Yahya: [link].

    Ketiga, pihak kreasionis umumnya mengklaim karya mereka sebagai “bersifat ilmiah”. Padahal kenyataannya tidaklah demikian. Karya-karya mereka tidak pernah mengalami peer-review, sistem pengujian akademis di mana paper mereka dicek dan dinilai oleh para ilmuwan yang berkompeten.

     

    ***

     

    II. Kesalahan Argumen terkait Ancestry

     

     
    4. Benarkah Teori Evolusi menyatakan bahwa makhluk hidup tercipta by chance?

     
    Tidak. Pendapat tersebut adalah klaim abiogenesis, dan tidak berkaitan dengan Teori Evolusi.

    Abiogenesis adalah cabang ilmu yang khusus membahas kemungkinan asal mula organisme di muka bumi. Sedangkan Evolusi membahas bagaimana keragaman makhluk hidup tercipta dari makhluk awal yang muncul di muka bumi. Awal mula kehidupan bukan fokus yang dibicarakan dalam Teori Evolusi.

     

    5. Terkadang ada spesies purba yang hidup sampai masa modern ini, misalnya coelacanth, ikan purba itu hidup berdampingan dengan ikan modern. Padahal harusnya sudah punah karena berevolusi.
    Bukankah ini membuktikan kesalahan Teori Evolusi?

     
    Tidak begitu. Evolusi terjadi secara bercabang dan tidak mesti linear. Penjelasan lebih lanjut tentang ini, silakan klik [di sini]

    Dengan demikian sangat mungkin spesies yang lebih purba dapat hidup berdampingan dengan spesies modern. Spesies purba bisa saja mengalami perlambatan evolusi apabila sistem biologisnya sudah cukup sesuai dengan lingkungan tempatnya hidup; lantas bertahan sampai zaman modern ini.

     

    6. Menurut Teori Evolusi, nenek moyang manusia adalah monyet. Benarkah?

     
    Salah. Teori Evolusi tidak menyatakan monyet sebagai nenek moyang manusia. Yang dinyatakan oleh Teori Evolusi adalah bahwa “manusia, monyet, dan primata lainnya diturunkan dari nenek moyang yang sama”. Spesies nenek moyang ini dihipotesiskan sebagai sebentuk primata purba (Great Apes).

    Lihat juga: [prinsip common descent]

     

    7. Bagaimana dengan fosil peralihan. Saya dengar jumlah fosil peralihan yang ditemukan hanya sedikit, bahkan hampir tidak ada?

     
    Klaim ini agak berlebihan. Hingga hari ini, diperkirakan sebanyak 70.000 spesies purba telah diidentifikasi dari sekitar 300.000 penemuan fosil — yang mana sebagian besar menunjukkan kecocokan dengan prediksi Teori Evolusi.

    Daftar fosil yang cukup lengkap, beserta penjelasannya, dapat dilihat di link-link sbb:

    [Transitional Vertebrate Fossils FAQ]
    [List of Transitional Fossils]
    [Taxonomy, Transitional Forms, and the Fossil Record]

     
    Di satu sisi, harus diakui bahwa data fosil yang didapat masih terkesan snapping dan tidak mulus. Meskipun demikian, absennya fosil ini dapat dinisbahkan pada dua faktor: (a) kemampuan struktur jaringan organisme melawan dekomposisi, dan (b) aktivitas geologi di situs fosil. Ibaratnya, fosil dinosaurus sekalipun akan hancur jika terletak di daerah yang berkondisi geologi ekstrim.

    Dengan demikian, meloncat-loncatnya data hasil penemuan fosil dapat dijelaskan secara logis, bukan berarti cacat di argumen Teori Evolusi.

     

    ***

     

    III. Kesalahan Argumen terkait Adaptasi, Mutasi, dan Spesiasi

     

     
    8. Konon, ide utama Darwin adalah: makhluk hidup berubah bentuk sebagai hasil adaptasi, dan mewariskannya pada keturunan. Benarkah?

     
    Ini ada benarnya, tapi agak salah kaprah. Perubahan bentuk dan pewarisan adaptasi bukan ide utama yang digagas Darwin — ini adalah teori Lamarck. Teori ini sempat dijelaskan di materi biologi SMP kita.

    Lamarck mencontohkan jerapah yang tadinya berleher pendek berupaya menggapai dedaunan yang tinggi. Akibatnya mereka mengalami perubahan morfologi menjadi jerapah berleher panjang. Perubahan ini kemudian diwariskan pada keturunan mereka.

    Sedangkan gagasan utama Darwin adalah seleksi alam. Spesies harus bertarung dan beradaptasi melawan seleksi alam. Apabila tidak mampu, maka spesies tersebut akan mati dan tersisih dari muka bumi.

    Seleksi alam di sini adalah driving power. Perubahan bentuk, atau adaptasi morfologi, adalah efek samping. Jika makhluk hidup perlu berubah untuk menghadapi seleksi alam, maka mereka akan berubah. Tetapi, jika tidak perlu berubah, maka mereka tidak akan berubah.

    (baca juga: kasus coelacanth di FAQ #5 ; FAQ #9 di bawah ini)

     

    9. Terkait dengan pertanyaan sebelumnya. Lalu, bagaimana sebenarnya mekanisme evolusi itu?

     
    Terdapat empat pilar yang menjadi landasan Teori Evolusi modern, yakni: (1) mutasi, (2) migrasi (gene flow), (3) pergeseran kesetimbangan genetik (genetic drift), dan (4) seleksi alam.

    Nah, empat variabel ini kemudian saling berinteraksi di alam. Sedemikian hingga mengakibatkan terjadinya salah satu dari dua kemungkinan: apakah makhluk hidup akan berubah jadi spesies baru (berevolusi), atau bisa beradaptasi tanpa perlu berubah (tidak berevolusi). ๐Ÿ˜€ Perlu juga dicatat bahwa interaksi empat variabel tersebut berbeda-beda di tiap ekosistem.

    Lebih lanjut mengenai mekanisme evolusi, bisa dibaca di blog Dongeng Geologi:

    [Evolusi (4) – Mekanisme Evolusi #1]
    [Evolusi (4) – Mekanisme Evolusi #2]

     

    10. Bukankah mutasi itu umumnya berdampak buruk? Misalnya mutasi akibat radiasi nuklir…

     
    Terlalu menggeneralisir. Pada kenyataannya, mutasi tidak selalu merugikan — melainkan juga bisa menguntungkan, atau malah bersifat netral.

    Contoh untuk mutasi yang merugikan, misalnya diakibatkan oleh radiasi nuklir yang sudah disebut. Mutasi yang menguntungkan terjadi pada kasus resistensi hama terhadap pestisida (kekebalan tubuh meningkat, memperbesar kemungkinan survive). Sedangkan mutasi yang bisa dikategorikan netral adalah perubahan warna kupu-kupu Biston betularia sebagai akibat paparan limbah industri.

    Lebih lanjut tentang bahaya atau tidaknya mutasi genetik, bisa Anda baca di [link ini]

     

    11. Sebagai bukti terjadinya makroevolusi adalah spesiasi, yakni munculnya spesies baru, dari makhluk hidup sebelumnya, sebagai hasil adaptasi. Konon peristiwa ini hanya mitos/belum pernah teramati?

     
    Tidak benar. Para ilmuwan sudah berhasil mengamati terjadinya spesiasi di laboratorium, baik dengan subyek hewan maupun tumbuhan. Salah satu percobaan paling terkenal melibatkan lalat buah Drosophila melanogaster — hal ini sempat disinggung di materi biologi SMA kita.

    Lebih lanjut, silakan klik: [Observed Instances of Speciation]

     

    12. Evolusi meramalkan perkembangan organisme bersifat acak. Bagaimana mungkin keragaman makhluk hidup, yang begitu mendetail, dihasilkan dari keacakan?

     
    Argumen ini memiliki kesalahan mendasar. Proses evolusi tidak terjadi dengan murni acak — melainkan acak secara kumulatif.

    Pengertian acak secara kumulatif dapat diilustrasikan sebagai berikut:

    Terdapat kotak berisi 16 buah bola bilyar. Teman Anda kemudian meminta Anda mengambilkan empat buah bola dengan nomor: 1, 3, 9 dan 16.

    Kemudian Anda ambil empat bola secara acak. Anda dapat bola nomor: 1, 2, 6, 8

    Bola nomor 1 cocok dengan permintaan teman Anda. Maka Anda berikan padanya. Sedangkan bola 2, 6, dan 8 Anda kembalikan ke kotak.

    Kemudian Anda ambil empat bola lagi. Kali ini didapat nomor: 4, 7, 9, 11

    Maka Anda berikan bola 9. Sisanya, yang tidak cocok, Anda kembalikan ke kotak.

    Demikian seterusnya, hingga teman Anda memiliki bola-bola bernomor: 1, 3, 9, dan 16

    Di sini kita lihat bahwa prosesnya tidak murni random. Jika ada hasil yang sudah cocok, maka hasil itu akan dipertahankan. Inilah yang dimaksud sebagai acak secara kumulatif. ๐Ÿ˜€

    Nah, demikian pula perkembangan organisme menurut evolusi. Keragaman yang dicapai saat ini didasarkan pada prinsip acak secara kumulatif, bukannya acak begitu saja. Lebih lanjut, saya sarankan Anda membaca buku (atau e-book) Richard Dawkins: “The Blind Watchmaker”. Penjelasan beliau di situ sangat populer dan mudah diikuti. ๐Ÿ™‚

     

    13. Jika benar evolusi berlangsung, mengapa kita tidak pernah melihat hewan campuran? Misalnya setengah beruang-setengah hiu, atau setengah kucing-setengah burung…

     
    Argumen ini terlalu menyederhanakan persoalan. Evolusi tidak bekerja sedrastis itu. Jika terjadi perubahan bentuk tubuh (adaptasi morfologi), maka perubahan itu akan berlangsung sedikit-sedikit dan tergantung kebutuhan.

    Misalnya Plesiosaurus, kakinya yang berbentuk sirip diduga hasil adaptasi dari kaki sejenis Apatosaurus. Sementara leher dan bentuk kepalanya tetap. Di sini kita lihat dia bukan setengah ikan-setengah dinosaurus, melainkan lebih banyak elemen dinosaurusnya.

    Jadi tidak otomatis bahwa beruang masuk ke laut akan menjadi setengah-hiu dalam jutaan (atau milyaran) tahun. Evolusi adalah sedikit-sedikit dan tergantung kebutuhan, bukannya bagi rata.

     

    ***

     

    IV. Kesalahan Argumen terkait Aspek Filosofis dan Sosial dari Evolusi

     

     
    14. Konon Teori Evolusi menafikan keberadaan Tuhan. Benarkah ini?

     
    Tidak mesti begitu. Sebab:

  • Yang menafikan keberadaan Tuhan adalah prinsip abiogenesis. Silakan lihat pertanyaan no. 4.
  • Evolusi tidak membahas bagaimana makhluk hidup tercipta, melainkan bagaimana makhluk hidup menyesuaikan diri untuk bisa survive di lingkungan alam.
  • Bagaimanapun makhluk hidup tercipta, evolusi akan jalan terus. Tak peduli apakah makhluk hidup pertama diciptakan oleh Tuhan, atau secara by chance, atau malah diletakkan bibitnya oleh alien dari planet X. Evolusi mencoba menjabarkan bagaimana kehidupan berkembang setelah makhluk pertama muncul.

    Lihat juga:

    [theistic evolution], bahasan kontemporer tentang evolusi yang didahului Penciptaan.

    [esai terkait theistic evolution] karya Theodosius Dobzhansky.

     

    15. Bagaimana dengan pandangan berikut: bahwasanya Teori Evolusi menanamkan pandangan materialisme dan menjauhkan dari Tuhan/Agama?

     
    Ini mah kata Harun Yahya. :mrgreen: Meskipun begitu, jawabannya bisa dijabarkan sebagai berikut:

    Beliau masih salah membedakan antara Teori Evolusi dan abiogenesis…

    Kalau abiogenesis, memang berkaitan dengan kemunculan makhluk hidup dari benda mati. Tapi, evolusi? Lha, wong membahas adaptasi makhluk hidup kok dikait-kaitkan dengan materialisme, Tuhan, dan agama.

    Kurang nyambung toh Pak… ๐Ÿ™„

     

    16. Saya dengar Teori Evolusi merupakan proyek propaganda Zionis dan Freemason. Benarkah?

     
    Yeah, right… ๐Ÿ˜†

    Mungkin Anda tertarik membaca [komik ini]. ๐Ÿ˜‰

     

    17. Dulu pernah ada kasus pemalsuan fosil, yakni Manusia Piltdown dan Manusia Nebraska. Bukankah ini artinya Teori Evolusi dibuat-buat?

     
    Saya tak akan menjelaskan panjang lebar di sini, karena ruangnya tidak cukup. Meskipun begitu, Anda bisa baca link-link berikut:

    [Piltdown Man Chronology]
    [Piltdown Man: Case Closed]
    [Creationist Arguments: Nebraska Man]

     
    Dan Anda akan menemukan bahwa: (1) motivasi utama pemalsuan Piltdown bukanlah untuk mengokohkan Teori Evolusi, melainkan ambisi pribadi penemunya, (2) sebagian besar ilmuwan tidak mengakui ilustrasi manusia Nebraska ketika gambar tersebut dirilis, dan (3) dalam kasus Piltdown maupun Nebraska, para evolusionis sendirilah yang membongkar borok dua “penemuan” tersebut dan mengumumkannya pada media.

    Jadi tidak benar bahwa Manusia Piltdown dan Nebraska adalah hasil konspirasi evolusionis. Justru sebaliknya: ilmuwan pro-evolusi lah yang bekerja keras mengungkap adanya hoax, bukannya kreasionis yang antievolusi.

     

    18. Di Amerika Serikat, saat ini sedang marak gerakan untuk menolak evolusi diajarkan di sekolah. Bukankah ini pertanda bahwa negara maju sedang meninggalkan Teori Evolusi?

     
    Maksud Anda Teach The Controversy? Maaf, tapi itu gerakan yang dimotori organisasi religius-fundamental. Dalam kasus ini, organisasi Kristen berada di baliknya — organisasi tersebut bukanlah organisasi yang disegani dalam hal penelitian ilmiah.

    Saya justru heran bahwa ada yang mengacu pada Amerika soal kontra-evolusi; padahal di waktu lain sering sekali menyebut mereka laknatullah dan menyumpahi kehancuran mereka. Sudah begitu salah sangka, pula. ๐Ÿ™„

     

    ***

     

    V. Famous Last Words

     

     
    Beda dengan sebelumnya, yang berikut ini bukanlah kesalahan argumen — melainkan lebih kepada pilihan pribadi setelah menjalani/mengikuti diskusi.

     
    19. Saya sudah membaca mengenai kelebihan dan kekurangan Teori Evolusi. Meskipun begitu, saya masih merasa ragu untuk [meyakini/tidak meyakini] bahwa Teori Evolusi itu benar?

     
    Untuk ini, saya hendak mengutip kata-kata bijak milik Pak Dhe Rovicky; seorang ahli geologi yang beberapa kali membahas soal evolusi di blog beliau.


    evolusi JANGAN DIPERCAYA. Tetapi dipelajari , diteliti, dan dimengerti apakah benar-benar terjadi, dan bagaimana terjadinya. Kemudian ambil manfaatnya kalau masih ada yg bisa dimanfaatkan.
    Evolusi juga bukan aliran kepercayaan, kok. Jangan dihantem pakai keyakinan โ€ฆ mesti mleset !!

     

    Evolusi itu memang bukan untuk dipercaya! :mrgreen: Melainkan untuk dipelajari, diuji, dan diambil manfaatnya kalau ada.

    Justru dengan tidak percaya itulah kita mengembangkan ilmu pengetahuan. Copernicus tak percaya bumi itu pusat semesta, dan ia mengembangkan teori heliosentris. Demikian pula Einstein tak memercayai ruang waktu absolut, dan ia merumuskan Teori Relativitas Khususnya yang terkenal.

    Teori Evolusi pun bukan untuk dipercaya, melainkan untuk terus diuji. Dipastikan benar dan salahnya terus-menerus. Bahkan, kalau perlu, diganti dengan teori yang baru di masa depan. Dengan cara itulah kita bisa mendapatkan gambaran yang lebih sempurna mengenai alam ini. ๐Ÿ˜‰

     

    ***

     
    Yah, kurang lebih begitu. Semoga bisa memberikan pencerahan, terutama jika Anda sering terlibat debat evolusi-kreasi dan bertemu dengan pertanyaan-pertanyaan serupa — atau malah, jika Anda yang sering sepemikiran dengan pertanyaan-pertanyaan di atas. ๐Ÿ˜›

    Sekian, terima kasih. Masukan, pertanyaan, atau kritik dapat disampaikan lewat fasilitas komentar di bawah post ini.

    Read Full Post »

    Perhatian: post-nya sangat panjang dan rada serius. ๐Ÿ˜‰

    Tulisan ini terakhir di-update pada: 4/12/2008

     

    Akhir-akhir ini, saya jadi teringat akan post lama saya tentang teori evolusi dan sekuelnya. Sebenarnya sih penyebabnya sederhana saja — bahwasanya, post tersebut belakangan ini sering nangkring di widget top-posts saya. Tampaknya sedang ada diskusi evolusi yang marak di suatu tempat di internet akhir-akhir ini… tapi bukan itu yang hendak saya bahas kali ini.

    Untuk kali ini, yang hendak saya bahas adalah tentang hal yang -rada- terkait dengan debat evolusi vs. kreasi, yaitu metodologi ilmiah. Saya sebut terkait, karena prinsip yang satu ini sering sekali disalahpahami dalam mendebat teori evolusi. Mentang-mentang fondasinya adalah dugaan/perkiraan, lantas dianggap saja “tidak ilmiah” dan “tidak layak dipercaya”. Padahal belum tentu pandangan si pendebat tentang “keilmiahan” sama dengan yang dipandang lawan bicaranya! ๐Ÿ˜ฎ

    Kesalahan macam ini, sejauh pengamatan saya, sering membuat diskusi evolusi-kreasi cenderung ‘panas’ dan tidak santun — apalagi kalau sudah membawa-bawa nama agama dan Tuhan. Bukannya saling membuktikan secara gejala alam, justru yang saling dijatuhkan adalah kepercayaan masing-masing. Sungguh disayangkan. (-_-)

    Oleh karena itu, di post kali ini saya mencoba menuliskan (semampu saya) mengenai metode ilmiah yang digunakan dalam ilmu alam. Silakan dianggap sebagai sekuel kedua, setelah post sejenis yang pernah saya tulis sebelumnya. ๐Ÿ˜‰

    Here goes…

     


    Menyelidiki Alam: Sebuah Guideline

     

    Dalam menyelidiki gejala alam, kebanyakan orang pada umumnya memiliki pendekatan seperti berikut ini. Ya, ini termasuk Anda — saya yakin Anda sudah akrab dengan metode yang hendak saya jabarkan di bawah ini, walaupun mungkin di bawah sadar. ๐Ÿ˜‰ Adapun metode yang digunakan terdiri atas empat langkah sebagai berikut:

    1. Amati gejala alam yang terjadi

    2. Buat sebuah hipotesis, h0. Mengapa gejala tersebut muncul? Apa yang melatarbelakanginya?

    3. Prediksikan perilaku alam berdasarkan hipotesis ‘baru’ tersebut

    4. Lakukan eksperimen/percobaan untuk memastikan kebenaran hipotesis h0 yang dirancang sebelumnya

    Apabila hasil eksperimen membuktikan kebenaran dari hipotesis, maka hipotesis kita naik tingkat menjadi teori. Sebaliknya, jika hipotesis kita terbukti salah, maka kita harus mengulangi kembali proses dari poin (2).

    Adapun bisa digambarkan flowchart-nya sebagai berikut:

    ***

     


    Contoh Kasus…

     

    Well, tentunya penjelasan hanya dengan guideline saja akan terasa kosong. Jadi, mari kita bayangkan contoh kasus berikut ini. ๐Ÿ˜€

    Suatu hari, Pak Albert Einstein sedang bersantai. Mendadak, ia teringat akan pergeseran orbit planet Merkurius yang menjadi permasalahan utama para astronom saat itu. Bahkan Hukum Gravitasi Newton pun tak mampu menjelaskan permasalahan ini dengan memuaskan.

    Ini adalah gejala alam yang menarik. Di sini, Pak Einstein menyadari bahwa orbit planet Merkurius memiliki sebuah anomali, yaitu bentuk putaran orbitnya tidak konstan. (step 1 — mengamati gejala alam)

    Pak Einstein kemudian mulai bekerja. Mengapa orbit Merkurius mengalami pergeseran? Ia pun mulai berhipotesis. Setelah melalui berbagai persamaan matematika, Pak Einstein tiba pada kesimpulan bahwa massa yang besar mengakibatkan terjadinya ruang lengkung. (step 2 — merumuskan hipotesis)

    Lalu Pak Einstein berpikir lagi. Karena ia sudah mempunyai hipotesis yang andal, maka ia bisa memprediksi gejala alam berdasarkan gagasan miliknya itu. Ternyata hasil perhitungan memprediksikan bahwa cahaya bintang yang lewat dekat matahari akan mengalami pembelokan. Peristiwa ini bisa diamati pada saat berlangsungnya gerhana matahari total. (step 3 — memprediksikan perilaku alam)

    Selang beberapa tahun kemudian, astronom Inggris Sir Arthur Eddington tertarik untuk meneliti teori Einstein. Pada saat gerhana matahari tahun 1919, ia dan timnya melakukan pemotretan khusus. Ternyata foto menunjukkan bahwasanya berkas cahaya bintang mengalami pembelokan ketika melintas di dekat matahari. (step 4 — membuktikan hipotesis dengan eksperimen)

    Dan dengan demikian, hipotesis Einstein pun diakui sebagai teori yang menjelaskan cara kerja alam. End of story. ๐Ÿ˜€

    ***

     

    Lho, lalu apa hubungannya dengan Teori Evolusi?

     

    Hmm, glad you asked. ^^ Sebenarnya, saya baru akan menuju ke situ.

    Nah, sekarang kita kembali ke topik awal, yaitu soal metodologi ilmiah terkait Teori Evolusi. Dengan sekali lihat ke guideline yang saya berikan, harusnya Anda bisa melihat bagaimana keadaan teori evolusi jika dibandingkan dengan langkah-langkah yang telah disebutkan. Sesungguhnya, masih ada beberapa hal yang belum mampu dipenuhi oleh Teori Evolusi dalam mengikuti guideline tersebut.

    Lho kok bisa?

    Penjelasannya kira-kira begini:

      Studi Kasus: Teori Evolusi

       
      1. Amati gejala alam yang terjadi

      —> terdapat homologi, spesiasi, dan lain-lain sebagainya yang sempat saya tulis di post yang sebelum ini.

       

      2. Buat sebuah hipotesis. Mengapa gejala tersebut muncul? Apa yang melatarbelakanginya?

      —> buat hipotesis utama h0: mungkin telah terjadi sebentuk evolusi

      —> dipecah dalam beberapa aspek fundamental

      h1 =
      makhluk hidup berevolusi menuju keragaman dari satu nenek moyang sejak zaman dahulu

      h2 =
      makhluk hidup menyesuaikan diri menuju bentuk yang lebih sempurna

      h3 =
      makhluk hidup mewariskan perubahan sifat kepada keturunannya

      h4 =
      proses terjadinya evolusi diatur oleh mekanisme seleksi alam

      hx =
      hipotesis nomor sekian, yang mewakili aspek dari evolusi

       

      3. Prediksikan perilaku alam berdasarkan hipotesis ‘baru’ tersebut

      Berdasarkan rangkaian hipotesis dari h0 hingga hx, ternyata didapat prediksi sebagai berikut:

      (a) harusnya terdapat sisa-sisa fosil makhluk peralihan; semisal makhluk antara hewan purba ke archaeopteryx, lalu menuju burung modern.

      (b) spesies makhluk hidup hasil adaptasi harusnya terlihat mewariskan ciri-cirinya ke anak mereka

      (c) terdapat kemiripan fundamental di antara spesies, karena mereka berasal dari nenek moyang yang sama

      (x) prediksi ke-x berdasarkan hipotesis evolusi

       

      4. Lakukan eksperimen/percobaan untuk memastikan kebenaran hipotesis yang dirancang sebelumnya

      Eksperimen dilakukan dengan mengamati gejala alam dan melakukan perbandingan dengan hipotesis. Dari sini, dilakukan pengujian untuk semua hipotesis dan prediksi yang disiapkan.

      Ternyata didapat data sebagai berikut:

      h1 =
      taksonomi filogenetik dan homologi tampak menunjukkan kesamaan yang mengarah pada nenek moyang tunggal. Meskipun begitu,
      terdapat bukti yang memberatkan bahwa mungkin terjadi revolusi (bukan evolusi) pada saat berlangsungnya cambrian explosion.

      h2 =
      asumsi sementara: ya, jika mengacu pada perkembangan fosil kuda dan volume otak manusia. Di samping itu, pada skala mikro, ternyata patogen mampu beradaptasi jika diberi dosis antibiotik tanggung dan mewariskan hasil ini pada keturunannya.

      h3 =
      sudah terpantau pada skala mikro, e.g. pada resistensi antibiotik yang dibahas pada h2. Asumsi untuk makroevolusi: umumnya membutuhkan rentang waktu yang sangat panjang sehingga lebih sulit untuk dideteksi.
      (meskipun demikian terdapat contoh kasus yang menguatkan, e.g. mutasi lalat buah Drosophila melanogaster dan resistensi hama wereng terhadap pestisida).

      h4 =
      sudah terbukti. Contoh yang terkenal adalah perubahan perubahan warna kupu-kupu Biston betularia sebagai efek paparan limbah industri.

      —–

      Prediksi (a) =
      Tidak/belum ditemukan sejauh ini. Penemuan fosil sejauh ini masih mengesankan perubahan yang meloncat-loncat.

      Prediksi (b) =
      Sama dengan h3

      Prediksi (c) =
      Ditemukan kemiripan fundamental pada formasi pembentukan kepala pada vertebrata (i.e. kesamaan posisi mata, hidung, dan mulut); kesamaan struktur tulang alat gerak[1]; dan lain sebagainya.

    ***

    Nah. Setelah melewati perjalanan sejauh ini, maka kita melihat bahwa Teori Evolusi sebenarnya belum memenuhi semua hipotesis yang disediakan. Di satu sisi, kita melihat beberapa bukti yang menguatkan Teori Evolusi. Meskipun demikian, terlihat juga bahwa beberapa kaidahnya tampaknya tidak bersesuaian dengan keadaan alam yang kita temui. ๐Ÿ˜ฆ

    Di satu sisi, hipotesis dari evolusi bisa menjelaskan penyebab di balik terjadinya homologi, resistensi antibiotik, juga mutasi virus (ada yang ingat H5N1 menyeberang ke manusia? ^^ ). Meskipun begitu, di sisi lain evolusi juga masih kesulitan dalam menjelaskan cambrian explosion. Bahkan penemuan fosil hingga saat ini masih mengesankan adanya gap antar spesies.

     


    Jadi, sebenarnya, Teori Evolusi itu Ilmiah atau Tidak?

     

    Ya, ya, saya tahu ini merupakan pertanyaan yang ditunggu-tunggu jawabannya. Sebenarnya, Teori Evolusi itu ilmiah atau tidak?

    Jawabannya: Teori Evolusi itu konsensus ilmiah. Statusnya bukan hukum, melainkan cuma teori. ๐Ÿ™‚

    Sebuah konsensus ilmiah adalah kesepakatan diantara para scientist akan suatu kaidah. Mengapa para ahli memilih Teori Evolusi? Karena inilah penjelasan yang dianggap paling memuaskan yang bisa menjelaskan keragaman spesies sejauh ini[2]. Ia belum final, dan masih bisa ditumbangkan seandainya ada bukti-bukti dan teori baru yang siap mengabrogasinya.

    That said, evolusi itu sifatnya masih tentatif. Tetapi ia dipilih karena mampu menjelaskan gejala alam dengan baik dan runtut, walaupun lubangnya juga (IMHO) bukannya tidak ada. ๐Ÿ™‚

     


    [tambahan] Sedikit FAQ

     

    Ada hal menarik yang saya temui di berbagai forum diskusi evolusi vs. kreasionisme. Bahwasanya, ada beberapa ‘tuduhan’ miring yang sering diajukan pada Teori Evolusi. Diantaranya,


    FAQ #1:

    “Teori Evolusi itu tidak mengakui Tuhan!”

    Ha, prasangka dari mana ini? OK, memang ada beberapa hipotesis di kalangan biolog, yang menyatakan bahwa makhluk hidup terbentuk berdasarkan by chance. Kemudian hal ini dikait-kaitkan dengan evolusi. Meskipun begitu, ini BUKAN prinsip utama evolusi — melainkan abiogenesis.

    Abiogenesis adalah cabang ilmu yang mempelajari bagaimana makhluk hidup muncul di muka bumi. Sedangkan evolusi menyatakan bagaimana keragaman berkembang dari makhluk hidup pertama. Bagaimana makhluk pertama muncul bukan bahasan yang diurus evolusi — ini kesalahkaprahan yang sering muncul.

    Jika Anda percaya pada Tuhan, let it be so. Toh masih ada penafsiran esoterik semacam theistic evolution, di mana Tuhan tak mesti berseberangan dengan evolusi.

    Adapun poin yang ingin saya sampaikan adalah, mustahil menentukan apa yang sebenarnya terjadi di awal penciptaan, terutama dari keadaan di mana kita hidup sekarang. Bisa saja makhluk hidup pertama diciptakan oleh Tuhan. Tetapi bukan tak mungkin kejadiannya berbeda — boleh jadi kita ini sebenarnya berasal dari benih bawaan alien, atau malah benar-benar tercipta by chance! ๐Ÿ˜†

    Lalu, yang salah yang mana? Yang salah ya yang memaksakan pendapat! Jika ada perkara yang mustahil diverifikasi kebenarannya (misal: teologi), tentunya yang salah adalah yang merasa benar sendiri. Gitu aja kok repot. ๐Ÿ˜›


    FAQ #2

    “Kalau begitu, boleh dong saya meruntuhkan evolusi dengan mengatakan bahwa ‘semua makhluk hidup diciptakan tiba-tiba oleh Tuhan! Ini teori saya’.

    Pernyataan ini menjelaskan semua hal dengan baik; juga menjawab semua paradoks teori evolusi.”

    Ya, bisa sih. Tapi, itu sama saja seperti kalau kita bilang bahwa “Tuhan menciptakan pelangi tiba-tiba!”. Padahal ada hukum fisika optik maha indah yang berperan di baliknya. ๐Ÿ˜‰

    Janganlah merendahkan Tuhan dengan menyederhanakan cara kerja-Nya (walaupun Dia memang mampu melakukannya). Sebab, kalau kita mau menggali lebih dalam lagi, masih ada hukum alam yang lebih indah daripada “mak-gedubrak!” dan langsung jadi.

    Evolusi, di satu sisi, cuma berusaha menjelaskan alam dengan caranya sendiri. Bagaimanapun, sains tak pernah benar-benar bisa ‘mematikan’ peran Tuhan (IMHO).

    “This doesnโ€™t prove that there is no God, only that God is not necessary.”

    –Stephen Hawking


    FAQ #3

    “Dengan banyaknya lubang di Teori Evolusi, harusnya teori ini sudah runtuh. Mengapa para ilmuwan masih mengakuinya sampai sekarang?”

    Jawaban untuk ini sudah saya uraikan di atas tadi, dan kelanjutannya bisa dibaca di post saya tentang cara menjatuhkan teori evolusi. ๐Ÿ™‚

     


    Penutup

     

    Akhir kata, saya ingin menyampaikan sebuah quote dari Pak Ahli Geologi yang juga getol membahas tentang evolusi di blog beliau.


    evolusi JANGAN DIPERCAYA. Tetapi dipelajari , diteliti, dan dimengerti apakah benar-benar terjadi, dan bagaimana terjadinya. Kemudian ambil manfaatnya kalau masih ada yg bisa dimanfaatkan.
    Evolusi juga bukan aliran kepercayaan, kok. Jangan dihantem pakai keyakinan โ€ฆ mesti mleset !!

    There you have it.

    Evolusi memang belum pasti, dan masih ada beberapa pertanyaan di dalamnya. Meskipun begitu, posisinya sebagai sebuah teori ilmiah bukanlah sesuatu yang bisa digugat runtuh begitu saja. Ini yang harus selalu kita ingat.

    Sayangnya, kemampuan untuk menghormati hal tersebut justru sering terlupakan. Sehingga timbul kesan diskusi/debat yang ramai-rusuh dan tak berujung pangkal. ๐Ÿ˜

    Ayolah, Anda (pembaca), baik yang sangat religius maupun yang mendukung evolusi sebagai sarana debunking agama dan Tuhan. Jangan jadi bigot! ๐Ÿ˜ฎ

     

     

    —–

    Catatan:

     
    [1] Kesamaan struktur alat gerak; lebih baik dijelaskan dengan menggunakan gambar sbb:

    gambar diambil dari [sini]

     
    Dalam gambar di atas terlihat kemiripan antara struktur tulang sayap kelelawar, sirip paus, dan lengan manusia.

     
    [2] Tergantung persepsi soal “memuaskan” juga, sih, sebenarnya. Saya sering melihat debat soal masalah ini berujung pada pertanyaan di FAQ #2, yang sudah saya jelaskan di atas. ^^

     

    —–

    Terkait:

    Read Full Post »