Catatan Awal:
Artikel ini adalah bagian keenam (dari delapan) tulisan bersambung, dengan tujuan menjelaskan konsekuensi filosofis mekanika kuantum pada pembaca kasual.
Daftar tulisan selengkapnya:
Bagian 1 – Quantum Philosophy: The Menacing Concepts
Bagian 2 – Paradoks dan Keruntuhan Superposisi
Bagian 3 – Beberapa Interpretasi Mainstream
Bagian 4 – Singgungan dengan Dunia FilsafatDalam proses:
Bagian 4 – Singgungan dengan Dunia Filsafat
d) Teater Kuantum: Pengamat, Pemain, dan Sudut Pandang (TBA)
Bagian 5 – Kesimpulan Akhir dan Rangkuman (TBA)
BTW, ide penulisannya disumbang oleh Mas Gentole waktu diskusi di post-nya Kopral Geddoe. Well, thanks for the idea. π
Disclaimer:Tulisan ini dibuat oleh saya, seorang mahasiswa teknik yang kebetulan mempelajari mekanika kuantum dan fisika modern di bangku kuliah. Dengan demikian, saya membuka diri kepada pembaca — jika kebetulan ada yang berkompeten — untuk meluruskan seandainya terdapat kesalahan penjelasan dalam rangkaian tulisan ini.
Overview
Setelah sebelumnya membahas tentang filsafat determinisme dan dunia kuantum, sekarang kita berpaling pada pertanyaan yang menggelayuti dunia sains (dan filsafat pada umumnya). Adakah kehendak bebas?
Di tulisan bagian IV.a, kita menemukan bahwa sifat ketidakpastian kuantum bernilai signifikan, asalkan orde benda — dalam jumlah atom — cukup kecil. Berangkat dari ide ini, beberapa ilmuwan berspekulasi tentang sistem otak dan kesadaran: mungkinkah kehendak bebas manusia dihasilkan lewat kaidah mekanika kuantum? Apakah kesadaran manusia, yang notabene kompleks dan nonlinear, berawal dari sini?
Here goes the story…