*catatan: terilhami habis nulis komentar di blognya Mas Geddoe*
Sebetulnya, ini masih rada berhubungan dengan polemik Harun Yahya yang sempat dibahas di blog ini kemarin dulu. Meskipun begitu, untuk kali ini, saya tak hendak membahas soal blocking yang tengah berlangsung di Turki tersebut — sebaliknya, saya ingin (sejenak) menulis tentang bagaimana orang-orang pada umumnya memandang bidang sains dan IPTEK, terutama di Indonesia.
Yah, hal yang celah di dalamnya dimanfaatkan oleh Pak Harun tersebut untuk mencapai popularitas dan dukungan massa. Di Indonesia mungkin kita bisa menyamakannya dengan aksi Roy Suryo di bidang IT — tapi itu cerita lain lagi untuk saat ini.
Sebentar, Memangnya Apa sih Masalahnya?
Kurang lebih, inilah yang saya tuliskan di komentar tersebut.
Sebenarnya, ini termasuk salah kita juga, IMO. Tanggung jawab bagi orang-orang yang mengerti sains adalah bagaimana menyampaikan ilmunya dengan lebih membumi pada masyarakat. Jangan sampai sains justru jadi seperti menara gading — dipandang tinggi oleh orang, tapi tak dipahami esensinya.Kalau sudah begitu, para impostor berkedok sains/IPTEK langsung saja bisa mendekati orang-orang yang (istilahnya) ‘awam’, lantas menyampaikan ilmu yang salah kaprah. Dengan kemasan bagus dan pendekatan yang lebih baik, diterima deh secara luas oleh masyarakat. Contohnya ya Harun Yahya dan Roy Suryo itu… 😦
Apa yang mengkhawatirkan di sini?
Sekurangnya, di titik ini, ada dua hal yang ingin saya garisbawahi.
Pertama, ilmu pengetahuan (baik sains maupun teknologi) memiliki gap antara orang-orang yang berkecimpung di dalamnya dan mereka yang lebih awam. Ini adalah hal yang wajar, mengingat ketersediaan informasi dari orang yang lebih awam ke sumber info tersebut memang terbatas. Ibaratnya, kalau kita membandingkan pengetahuan MIPA antara dosen Fisika dan praktisi IT, maka si dosen sudah pasti akan unggul. Meskipun begitu, sebaliknya juga bisa terjadi — jika kita membandingkan kualitas kepahaman di bidang IT, maka si praktisilah yang akan unggul. Otomatis, pihak-pihak yang berkompeten mempunyai kepahaman sendiri yang mendalam di bidangnya.
Tapiii… ada sebuah tapi, saudara-saudara.
Tapi.
Tapi.
Ada masalah kedua. Karena ilmu pengetahuan itu sudah terkotak-kotak seperti yang disebutkan di atas, maka penguasaannya seolah ‘terjebak’ di kalangan yang mempelajarinya saja. Sedangkan orang-orang yang tidak berkecimpung di bidang ilmu tersebut (atau tidak membutuhkannya) jadi terabaikan, dan lantas ketinggalan berita. IMO, kasus ini bisa dibilang sebagai ‘miskin informasi’.
Contohnya mungkin begini. Tak semua orang paham, misalnya, tentang hakikat Teori Evolusi yang umum dipelajari di jurusan Biologi. Begitu juga tak semua orang paham tentang ubiquitous network di bidang IT. Dan, boleh jadi, lebih banyak yang akan puyeng duluan mendengar nama TRK maupun TRU di bidang fisika. Di titik ini, ada masalah besar:
Masyarakat awam menghargai para ilmuwan dan pakar, tapi tak sepenuhnya paham APA yang sebenarnya dipelajari oleh mereka!
Tentunya ini termasuk saya juga. Saya sama sekali tak-pakar di bidang kedokteran dan IT, misalnya. Meskipun begitu, saya menghargai para pakar dan ilmuwan di bidang tersebut dan mengakui kompetensi mereka di bidangnya.
Akibatnya?
Lantas, terbuka kemungkinan adanya orang-orang yang mengkampanyekan pseudoscience ke masyarakat. Ilmu semu. Atau, kalau boleh dibilang, ilmu yang tidak ilmiah dan menyempal dari bidang keilmuan aslinya, tapi dikemas dengan baik dan diklaim sebagai “fakta ilmiah”. Sialnya, ilmu-ilmu macam ini sangat populer dan diekspos secara positif oleh media. Di poin ini, jelas para aktivis pseudoscience telah menang selangkah dari para ilmuwan/pakar konvensional.
Alhasil, dibandingkan dengan ilmu ‘resmi’ yang terasa ‘jauh’ dan njelimet, masyarakat lebih mudah untuk percaya pada ilmu semu macam itu! 😐
Contoh yang terkenal mungkin soal kampanye anti-evolusi yang digaungkan oleh Harun Yahya. Dalam bukunya, Harun Yahya menyampaikan bahwa “teori evolusi menyatakan bahwa manusia berasal dari kera”. Ini sebenarnya salah premis — sebagaimana yang sudah dijelaskan dengan baik oleh Geddoe di post-nya:
Jelas sekali bahwa sentimen ini salah mengambil premis. Gara-gara teori ini, pada waktu saya masih duduk di kelas 3 SMA, beberapa siswa sekolah saya menolak mempelajari teori evolusi, dan mengklaim bahwa ‘teori evolusi sudah tidak diajarkan lagi di peradaban barat‘. Walah, berita dari mana itu?Dari Hongkong?Premis ‘teori evolusi menyatakan bahwa manusia berasal dari kera‘ adalah salah — saya menduga baik Harun Yahya maupun siswa dari sekolah saya dulu itu tidak memahami konsep ini. Teori evolusi menyatakan bahwa kera dan manusia berasal dari nenek moyang yang sama (teori common descent). Tentu saja tidak akan terdapat spesies peralihan! Setahu saya, menurut teori ini, dulu terdapat sebuah spesies, yang karena seleksi alam, sebagian berubah menjadi manusia, dan sebagian menjadi bangsa primata lainnya. Keduanya tetap terus berubah, bahkan sampai detik ini.
…
…
Setahu saya, teori-teori Harun Yahya tidak pernah ditanggapi secara serius oleh komunitas sains, sebab isinya konon hanyalah kompilasi dari bahan-bahan debat lama yang bahkan sudah dipatahkan langsung oleh Darwin sendiri 140 tahun yang lalu.
Justru karena definisi sebenarnya dari “Teori Evolusi” tak pernah mencapai masyarakat, maka timbullah impostor berkedok ilmu pengetahuan macam itu. Di titik ini, kepercayaan masyarakat akan ilmu semu macam ini terbentuk — tak lain karena kurangnya kualitas informasi yang mereka terima.
Gejala ini sendiri pernah disinyalir oleh fisikawan Lawrence M. Krauss, dalam bukunya yang berjudul The Physics of Star Trek[1] — walaupun saat itu ia hanya menyebut tentang Fisika secara khusus.
“…kelihatannya, Fisika sudah terlempar begitu jauh dari arus budaya pop saat ini.”
Jadi, jangan salahkan jika ilmuwan pseudo-science berhaluan kreasionisme macam Harun Yahya berhasil menanamkan keyakinan mengenai ilmu ‘sempalan’ tersebut. Hingga titik tertentu, pihak-pihak akademis pada umumnya (termasuk pakar, praktisi, dan mahasiswa) memang belum berhasil menyampaikan ilmu-ilmu mereka secara membumi dan tepat sasaran ke masyarakat.
Alhasil, ketika muncul ‘juru kampanye’ pseudoscience dengan pendekatan yang mudah dicerna, memanfaatkan media pop, dan memiliki kemasan bagus, maka ilmu-ilmu semu itu berhasil menemukan lahan subur untuk tumbuh. 😦
Persis seperti ketika Roy Suryo mengkampanyekan “kehebatan IT” yang dimilikinya dan menjadi ‘pakar’ telematika, betapapun meragukannya hal yang dia ucapkan.
Jadi?
Ayo dong, semua pakar (maupun pelajar) asli yang kompeten, terutama di bidang yang diaku-aku para juru kampanye gak-mutu itu. Wake up! Jangan biarkan ilmu pengetahuan, sains, dan IPTEK kita dikotori hoax-hoax rendahan, hanya karena mereka disuarakan lewat corong media dan didukung dana besar. Keterkenalan mereka itu hanya dilandaskan pada usaha pembodohan dan ketidaktahuan masyarakat!! 👿
Jangan biarkan ilmu pengetahuan tersimpan di menara gading dan tak terjangkau masyarakat — sudah waktunya masyarakat semakin tercerdaskan dengan informasi-informasi bermutu. Kelalaian dalam mengantisipasi hal inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh para seleb-wannabe — yang kemudian memanfaatkan sorotan media dan secuil ilmu salah-kaprah untuk jadi terkenal. 😐
Tentunya akan sangat menyedihkan jika hal semacam ini terus berlanjut. Saya rasa kita tidak perlu selebritis yang beroleh ketenaran, hanya karena keberhasilan mereka menipu masyarakat dengan so-called “data ilmiah”…
Footnote:
[1] Buku ini diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul “Fisika Star Trek”, oleh penerbit Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) tahun 2001.
Kayaknya acara semacam Mythbusters mesti diperbanyak dan diperluas jangkauannya, nih 😉
Saya nggak bisa bicara banyak — udah kecewa duluan 😕
IMO, yang begitu itu sebenarnya nggak semuanya bermaksud jahat, lho. Mungkin, mungkin, nih, baik Harun Yahya, Roy Suryo, atau David Setiabudi, misalnya, benar-benar menganggap mereka berpendapat benar. Kasarnya the blind leading the blind 😉
Untuk kasus Harun Yahya, ia bisa melenggang dengan lebih nyaman… Sebab teori evolusi *konon* menyalahi doktrin agama-agama tertentu… *Konon*, lho 😛
dan inilah salah satu kegunaan wortpres, untuk bagi-bagi informasi 😀
nice posting sora 😉
Hidup sekolah rakyat Blogger!!!
hmmm ilmu hukum ditangan seorang penjahat akan berubah menjadi hukum rimba, dan ditangan seorang bijaksana akan berubah menjadi pedang keadilan
Setuju! Bidang sosial (psikologi, khususnya) udah kenyang banget dibanjiri sama fenomena semacam ini…lihat saja maraknya buku, video, dan seminar “pengembangan diri” yang sebagian cuma jualan udara kosong, atau bagaimana buku2 mistik dan supranatural dimasukkan ke rak psikologi oleh pengelola toko buku *cringes*. Itulah salah satu alasan utama kenapa saya ngeblognya begini… ^^
@ Catshade
Dipikir-pikir, iya juga, ya, mas. Psikologi memang udah babak belur dihajar sains palesu… 😯
@ Kopral Geddoe
Mythbusters? Ha, ide bagus tuh. Tapiii….
…bakal ada orang-orang yang tersinggung sama isi acaranya. Hampir pasti lho. Bang Kermit aja gak mau kok jadi bulan-bulanan di TV; malah bikin kolom lagi di majalah. 😆
Tapi, begitupun, mereka harusnya juga menyadari derasnya kritik yang masuk, terutama dari pihak-pihak akademis (e.g. dosen dan pakar yang asli). Dan lagi, tetap saja ‘kebenaran’ versi mereka itu ekuivalen dengan kebohongan publik… soalnya udah disiarkan lewat media massa seperti TV dan koran. Kalau nggak sih masih mendingan. 😛
::::::
@ cK
Ah, makasih. 😀
:::::
@ almas
Kok SR sih? Itu mah istilah lama!
Pakai istilah wajib belajar dong. Harusnya kan jadi SD dan SMP blogger kalau begitu. 😆
-maafkan omongan gak penting ini- 😛
:::::
@ Catshade
Eh, benar juga. Belakangan ini banyak buku soal trik menjalani hidup, kebahagiaan, dkk… saya kira semua itu ditulis sama psikolog asli. Ternyata bukan ya? (o_0)”\
Btw, ekonomi juga banyak kayaknya. Kayak buku-bukunya Robert Kiyosaki, tuh. 😛
:::::
@ Kopral Geddoe
Mungkin karena orang-orang merasa bisa mempelajarinya tanpa sekolah, Mas.
Kalau agama…? 😛
Iya, Kejadian kaya gini memprihatinkan. 😦
Belum lagi, jika misalnya aja masyarakat yang udah terlanjur `memuja` pseudoscience ini, giliran saatnya disodorkan fakta pencerahan, ada yang tidak siap kaget, bahkan merasa ada propaganda balik yang ingin menjatuhkan. Kasian, udah dicekoki ilmu semu, saat diajak kritis dan lebih selektif malah mendapat respon yang kurang baik.
Tipikal masyarakat ini juga harus dibenahi, selain bahwa kaum intelektial dan akademisi (ilmuwan juga deh) harus mulai ngasi porsi perhatian juga, bagaimana sosialisasi ilmu yang ada bisa sampai ke masyarakat tanpa ada simpang-siur informasi. Jadinya peluang dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang rada pingin jadi selebritis otomatis bisa tertutup. 🙄
Setuju. Ya, semua kita mesti kooperatif kalau sudah begini.
Btw, jalan menuju ketenaran rupanya makin banyak aja ya, saya jadi terinspirasi nih. 😆
Saya nggak pernah suka dengan Harun Yahya, tapi biarlah… sebab dia hanya menjual opini. Ada yang suka opininya, ya monggo, beli, dengar, baca, apa yang dia sajikan.
Tapi, Roy nggak bisa disebandingkan dengan Harun. Sebab, Roy cuma ngaku-ngaku. Pada praktiknya, kasus terakhir dia bisa digolongkan sebagai penipu. Ngaku nemu bareng aer putih, ngaku nemu di blanda, eh… taunya… 😦
sialnya, orang begini ini laku di media mainstream. Halah!
ko aku ngerasa masalah ini juga mirip2 dengan masalah keagamaan, yang juga memiliki gap antara orang-orang yang berkecimpung di dalamnya dan mereka yang lebih awam, sehingga gampang banget buat orang2 yang diposisi atas untuk memelintir informasi (baca:memutilasi ayat). CMIIW.
sori kalo agak OOT. 🙂
menyedihkan….
@ akoedw
Euh, maaf, komennya saya hapus. Kan udah saya tulis di halaman license:
Gitu deh. Sekali lagi maaf ya. 🙂
:::::
@ jejakpena
Persis yang saya pikirin, Mbak. Terutama waktu ngebayangin gimana reaksi (mayoritas) anak-anak masjid kampus, seandainya mereka sadar — bahwa Harun Yahya itu sebetulnya sangat tidak kredibel dan punya banyak fallacy dalam penjelasannya. 😦
Kayak judul blognya Mbak Hana…
:::::
@ kawansyam
Salam kenal,
Iya, betul. Roy memang beda kelas daripada Harun Yahya. Seenggaknya, Harun Yahya masih punya beberapa materi publikasi yang berguna (e.g. video dan buku utk. merangsang pembelajaran sains). Kalau Roy mah memang cuma bisa ngaku-ngaku aja, sementara ilmunya nol besar…
(kayak pas kasus metadata sama yang Indonesia Raya itu) 😛
Kesamaan mereka ya karena dipopulerkan oleh media sebagai “pakar”, sedangkan kenyataannya kan nggak begitu.
Saya juga prihatin, Mas… 😦
:::::
@ Abu Ganteng Al-Narsisi
Nggak OOT kok. Kan saya juga udah nyerempet dikit di komentar nomor #6.
Iya, karena kepahaman masyarakat masih rendah, maka beberaa orang yang (merasa) berkompeten kemudian menyampaikan ide-ide keagamaan mereka. Tentunya nggak semuanya salah atau jelek — tapi, tetap saja ada beberapa kasus dimana ‘keterplintiran’ terjadi.
Walaupun boleh jadi, seperti kata Geddoe, sebenarnya mereka juga merasa sedang menyampaikan kebenaran. Ibaratnya “the blind leading the blind” itulah. 🙄
:::::
@ yume
…Tepat sasaran.
Hmm… Harun Yahya dan Roy Suryo ya. Masalahnya supaya bisa dikenal luas perlu popularitas sih. Popularitas (dalam hal ini) didapatkan dari karya2 yang ‘meyakinkan’. Karya2 yang ‘meyakinkan’ didukung dengan uang. 😐
Mungkin ini termasuk hoax kelas atas, ya?
Kalau dari pepatah yang pernah saya dengar, dikatakan bahwa “Kebohongan yang paling buruk adalah kebenaran yang salah dimengerti oleh masyarakat”. 🙂
*…nyambung ngga ya?*
@ Xaliber
Itulah kekuatan media! 😉
hhmmm…artikel menarik.
mungkin penyebab merebaknya pseudoscience, dkk menurut perspektif saya :
– ilmu pengetahuan dan kalangan yang terlibat dalam ilmu pengetahuan itu memang benar-benar sedang berdiri di menara gading.
– ilmu pengetahuan disampaikan kepada khalayak ramai dalam bahasa “malaikat” 😉 dan tidak membumi alias mengawang-awang di angkasa
– atau masyarakatnya yang memang masih “bodoh” sehingga mau percaya dengan hal-hal seperti itu
*satu lagi protes untuk dunia pendidikan* 🙂
@ catshade :
psikologi itu memang sudah babak belur kok. 😉 dan psikologi yg lagi populer sekarang ini adalah pengembangan diri dan motivasi. dalam bahasa mudahnya “psikologi how to…” 🙂
tapi paranormal phenomena, parapsychology, dan transpersonal psychology juga masuk dalam psikologi kan…. ? *ingat penelitian jaman dulu*
lho… salah quote, dibetulin dong mas sora… 😉
wah wah mule seru nich… roy suryo sama soran9n….
Heran yah, kenapa orang-orang miskin informasi ini gak masuk search engine dulu…
well, tapi kalau diambil positifnya, itukan pembelajaran…
yang awam jadi belajar dengan kesalahan om roy dan om harun..yang pinter jadi mengingat kembali..
saya selalu menjelaskan kesalah-kaprahan roy suryo di depan mahasiswi2 yang adik kelas saya, kok 😛
Ini pencerahan, bagus artikelnya mas
serahkan lah segala urusan itu pada ahlinya…
tp kadang kok yg nggak ahli malah merasa lebih ahli dari yg ahli ya..
:bingung:
quote for harun yahya…
berarti dalam mempelajari atau mengamati sesuatu harus diteliti dulu, benar, salah baik, buruk atau apalah.
benar atau baiknya kita ambil, salahnya kita tinggalkan. Lalu apa yang telah kita dapatkan amalkan.
@ Xaliber von Reginhild
Terkadang, IMO, popularitas membuat ucapan seseorang bisa lebih diterima masyarakat — terutama jika orang tsb. sudah dianggap sebagai ‘pakar’. Padahal, kenyataannya belum tentu seperti itu.
Dalam kasusnya Pak Harun, ilmu semu yang digadang-gadang sama dia bahkan dicetak dalam bentuk buku dan dipromosikan besar-besaran. Seperti kata mas Xaliber tadi ya, bisa dibilang “hoax kelas atas” lah. 😦
Betul sekali. Bahkan nggak cuma sampai di situ saja; kalau kebohongan itu sudah mendarah-daging diterima sebagai kebenaran publik, maka usaha untuk meluruskannya akan jadi lebih berat lagi. Ibarat melawan arus, kalau saya rasa. 🙄
:::::
@ Kopral Geddoe
Sebuah kekuatan bernama media, eh?
*sambil ngelink ke postingan lama*
:::::
@ fertobhades
*sambil betulin quote* 😛
Kelihatannya, IMO, poin pertama dan kedua yang berperan paling besar. Karena terkesan ‘jauh’ dan njelimet, makanya ilmu-ilmu baku jadi terlempar dari budaya pop (i.e. majalah, TV, dkk jarang yang membahasnya). Alhasil, kampanye pseudoscience yang lebih ringan (tapi dikemas baik) mendapat sambutan yang positif.
Soal kecerdasan masyarakat, kayaknya porsinya lebih kecil. Sepengamatan saya maslah ini kembali ke ketersediaan informasi — dan juga kurangnya semangat masyarakat mencari sumber info alternatif, sih. (CMIIW)
:::::
@ Suluh
Euh, Cak Roy mah bagiannya om RyoSaeba… beliau jauh lebih ahli soal itu daripada saya. 😛
Kalau saya sih cuma nulis bahasannya secara umum aja, makanya ada nama Pak Harun dibawa-bawa di sini. 😆
:::::
@ Grahat
Kalau soal search engine, mungkin itu berhubungan juga dengan masyarakat kita yang -kebanyakan- belum melek internet. Padahal, kebanyakan debunking buat pakar-pakar yang meragukan itu biasanya justru lebih rame di internet daripada media mainstream. (o_0)”\
Yah, memang ada sisi positifnya juga dengan terungkapnya kasus2 Pak Harun dan Cak Roy ini. Setidaknya, masyarakat jadi lebih terbuka pada sisi lain dua orang ‘pakar’ tersebut. 😉
:::::
@ Shelling Ford
Aaah! Diskriminasi gender!! 😆
-kasian para mahasiswanya, Joe- 😛
:::::
@ priandoyo
Ah, makasih Mas. 🙂
:::::
@ dobelden
Saya juga heran, Mas. Malah terkadang orang-orang yang nggak ahli itulah yang lebih terlihat sebagai “pakar”, sementara ilmuwan aslinya sendiri malah tenggelam.
-bingung juga- 😛
:::::
@ nailah
Ya? (o_0)”\
(maaf, nggak nyambung nih mbak) 😉
:::::
@ musthafa
Setuju. 🙂
Setelah saya baca artikel anda dan semua komen yang ada, saya menyimpulkan, 68% benar adanya.
(wa…ka…ka…kak…)
😆
Hi Roy! 😛
*kesambet*
BTW, 68% itu angka yang ilmiah lho. Jelas-jelas ada pakar ngomong gitu; udah pasti bener dong Mas…? 😆
*kesambet off*
I think, mungkin para ilmuwan2 itu sebenernya memang ingin banget menyampaikan ilmu mereka ke masyarakat
for fame and profit. Tapi by nature, sepertinya jarang ada ilmuwan ‘hardcore’ (apalagi di bidang ilmu pasti) yang juga sekaligus pakar public speaking yang handal. Fisika, misalnya, orang2 yg memenuhi kategori di atas seinget gw paling2 Richard Feynmann dan Michio Kaku. Di sisi lain, Richard Dawkins u/ biologi malah cenderung konfrontatif (dengan mendiskreditkan agama) daripada persuasif dalam mengkampanyekan evolusi.Untungnya sebagian ilmuwan bisa sedikit terbantu oleh ‘wartawan jurnal’ (variasi dari wartawan press release) yang menuliskan hasil penelitian2 terbaru mereka di media mainstream, meski u/ bidang2 tertentu saja (umumnya di bidang sosial ato ilmu pasti terapan) yang ‘quirky’ ato relevansinya kuat buat pembaca.
Ah, dan satu penyakit ilmuwan, khusus di Indonesia: males (ato gak mampu) bikin buku! Boro2 bikin buku pengetahuan populer yang bisa dinikmati awam, bikin buku ajar buat kuliahan aja cuma segelintir. 😦
@sora9n #25
Jelas angka 68% itu ilmiah mas, bukan mengada-ada.
Kan bisa ditelusuri METADATA nya….
(wa…ka…ka…kak…..)
@ Catshade
Setuju… ^^ . Kebanyakan orang yang betul-betul pakar di bidangnya biasanya nggak begitu sering tampil di depan publik; dan (akhirnya) justru nggak kelihatan sebagai public speaker yang handal.
IMO, Pak Feynman memang fisikawan yang lumayan ‘asyik’, dalam artian nggak terkesan berjarak banget dengan budaya pop. Lawrence M. Krauss yang ditulis di atas juga sebetulnya lumayan; hanya saja jumlah orang-orang seperti mereka memang sedikit. 😦
Iya, kayak yang di Discovery Hour-nya Metro TV, misalnya. Isinya lumayan bagus dan disampaikan dengan fresh. ^^
Tapi ada pengecualian juga, kayak (alm) Pak Hans Wospakrik yang fisikawan dari ITB. Beliau bikin buku fisika populer yang diterbitin KPG, lho. Judulnya “Dari Atomos hingga Quark”, kalo gak salah. ^^
(cuma tetep aja penyampaiannya masih rada berat, kalau buat yang nggak mendalami fisika 🙄 )
Sains populer kayaknya masih lebih berkembang di Amerika daripada sini, IMO. 😕
:::::
@ mbelgedez
Euh, ada berita nih Mas. Ternyata hasil penelusuran metadata™ menunjukkan, bahwa angka 68%™ itu pertama kali ditemukan di server Belanda™…
*ngakak*
Hmm, asyik juga nih bicara tentang Harun Yahya.
Emm, apakah yang ada di sini sudah ada yang membaca karya Harun Yahya hingga tamat? Evolution Deceit misalnya? Apakah yang ada di sini juga sudah membaca The Origin of Species? Sudahkah yang ada di sini membandingkan siapa-siapa yang mendukung teori evolusi, dan siapa pula yang menolaknya?
Apa buktinya kalo Teori Evolusi itu benar? Ato, sebaliknya, apa buktinya kalo Teori Evolusi itu salah? Can you all show me the proof?
Ayo, mas sora, buat artikel yang lebih komprehensif lagi. Kejanggalan apa yang ada pada teori Harun Yahya? Kemusykilan apa pula yang terdapat pada teori Darwin?
Yang manakah pseudoscience sebenarnya? Teori Darwin atau Teori Kreasionisme? Jangan ngomong pseudoscience kalo anda tidak punya bukti yang cukup lengkap.
Mas Sora, anda taqlid sama ulama biologi nih? 😀
@ fauzan.sa
Hohoho, tantangan nih ceritanya? OK deh, tunggu tanggal mainnya ya. Tapi jangan diburu-buru aja… 😀
Euh… saya rasa Anda harusnya sudah tahu, bahwa evolusi itu bukanlah teori yang “menjelaskan segalanya” — dalam artian teori itu sendiri masih belum mampu menjelaskan beberapa hal. Misalnya, soal migrasi-dan-evolusi hewan laut menjadi amphibi (kaki harus bisa menahan bobot 40% lebih berat daripada di air; struktur alat pernapasan berbeda drastis); pewarisan adaptasi fisis ke genetis yang diwariskan (walaupun beberapa percobaan sudah membuktikan kemungkinannya), dst, dst.
Hanya saja, teori ini dipilih karena dianggap paling mampu menjelaskan asal-usul keragaman spesies di muka bumi…. lebih lanjutnya mungkin nanti saya tulis di post tersendiri. 😉
Beuh, yang topik I aja udah bakal panjang. Yang kedua kayaknya bakal jadi post tersendiri juga. Tapi OK, kita lihat aja nanti. 😛
Silakan ditunggu. 🙂
“I would rather believe in fairy tales than in such wild speculation. I have said for years that speculations about the origin of life lead to no useful purpose as even the simplest living system is far too complex to be understood in terms of the extremely primitive chemistry scientists have used in their attempts to explain the unexplainable. God cannot be explained away by such naive thoughts.”
–Sir Ernst B. Chain, Nobel Laureate (Medicine, 1945), as quoted by Ronald W. Clark, The Life of Ernst Chain (London: Weidenfield & Nicolson, 1985), pp. 147-148.
“Question is: Can you tell me anything you know about evolution, any one thing, any one thing that is true? I tried that question on the geology staff at the Field Museum of Natural History and the only answer I got was silence. I tried it on the members of the Evolutionary Morphology Seminar in the University of Chicago, a very prestigious body of evolutionists, and all I got there was silence for a long time and eventually one person said, ‘I do know one thing – it ought not to be taught in high school.'”
-Dr. Colin Patterson (Senior Paleontologist, British Museum of Natural History, leading cladistic taxonomist), Keynote address at the American Museum of Natural History, New York City, November 5, 1981.
“I myself am convinced that the theory of evolution, especially the extent to which it’s been applied, will be one of the great jokes in the history books of the future. Posterity will marvel that so very flimsy and dubious an hypothesis could be accepted with the incredible credulity that it has.”
-Malcolm Muggeridge (world famous journalist and philosopher), Pascal Lectures, University of Waterloo, Ontario, Canada.
“Modern Apes, for instance, seem to have sprung out of nowhere. They have no yesterday, no fossil record. And the true origin of modern humans – of upright, naked, tool-making big-brained humans – is, if we are to be honest with ourselves, an equally mysterious matter.”
-Dr. Lyall Watson, “The Water People,” Science Digest, Vol. 90, May 1982, p. 44.
“Evolutionism is a fairy tale for grown-ups. This theory has helped nothing in the progress of science. It is useless.”
-Professor Louis Bounoure, past president of the Biological Society of Strassbourg, Director of the Strassbourg Zoological Museum, Director of Research at the French National Center of Scientific Research. (Quoted in The Advocate, March 8, 1984.)
“The only contribution of thermodynamics to theoretical biology is absolute negation of automatic commencement or automatic maintenance of life.”
-Lord Kelvin, “On the Age of the Sun’s Heat,” Popular Lectures and Addresses (London: Macmillan, 1889), p. 415.
“To improve a living organism by random mutation is like saying you could improve a Swiss watch by dropping it and bending one of its wheels or axis. Improving life by random mutations has the probability of zero.”
-Albert Szent-Gyorgi, Nobel Laureate (Medicine, 1937).
“To postulate that the development and survival of the fittest is entirely a consequence of chance mutations seems to me a hypothesis based on no evidence and irreconcilable with the facts. These classical evolutionary theories are a gross over-simplification of an immensely complex and intricate mass of facts, and it amazes me that they are swallowed so uncritically and readily, and for such a long time, by so many scientists without a murmur of protest.”
-Sir Ernst B. Chain, Nobel Laureate (Medicine, 1945).
“I believe that one day the Darwinian myth will be ranked the greatest deceit in the history of science.”
-Dr. Soren Lovtrup, Darwinism: The Refutation of a Myth (New York: Croom Helm, 1987), p. 422. (Note: Lovtrup is an evolutionist, albeit not an “orthodox” one.)
Apakah orang-orang yang bicara di atas adalah para tokoh pseudoscience? atau orang-orang model KRMTRS? Ataukah mereka adalah para pembual yang tidak pernah diakui dunia sains dan hanya dikagumi di dunia pseudoscience? Hmm… perdebatan antara pendukung evolusi dengan yang anti evolusi adalah bukan perdebatan antara scince vs pseudoscience, coba anda googling ulang, apa benar yang anti teori evolusi itu bukan pakar dibidang biologi saja? apa benar yang menentang teori evolusi itu cuma orang2 yang mengaku ilmuan dan sekedar meang di publikasi saja? sudah baca bukunya Dr. Behe? Dr. Denton? sudah baca Origin of Species? atau sudah pernah dengar quote dari Pak Darwin sendiri tentang bukunya? apa nampak Pak Darwin yakin seratus persen kebenaran evolusi?
“You will be greatly disappointed (by the forthcoming book); it will be grievously too hypothetical. It will very likely be of no other service than collating some facts; though I myself think I see my way approximately on the origin of species. But, alas, how frequent, how almost universal it is in an author to persuade himself of the truth of his own dogmas.”
-Charles Darwin, 1858, in a letter, regarding the concluding chapters of his The Origin of the Species. Quoted in “John Lofton’s Journal,” The Washington Times, February 8, 1984.
@sahabat:
~ Charles Darwin on Larry King Live Debating Against Intelligent Design
@ Catshade
Itu parodi, ‘kan? 😛
[…] 27th, 2007 by sora9n Gara-gara komentarnya Mas Fauzan di post yang menyinggung pseudoscience tempo hari, saya jadi membaca ulang berbagai materi tentang Teori Evolusi dan tulisan Pak Harun […]
@ Sahabat
Silakan baca post saya yang keluar hari ini, yang khusus membahas Teori Evolusi.
:::::
@ Catshade | Kopral Geddoe
Euh, hati-hati… sarkasme dan sinisme sering disalahpahami lho di Internet. Nggak ada ekspresi wajah, soalnya. 😛
[…] tulisan di blognya Sora yang berjudul Harun Yahya, Roy Suryo, dan Misinformasi di Masyarakat, saya jadi tertarik membahas fenomena yang sama dalam lingkup psikologi. Tulisan itu kemudian […]
[…] seminggu yang lalu, saya menulis sebuah post yang membahas tentang maraknya ilmu semu di masyarakat kita. Yah, ilmu semu. Dengan kata lain, […]
SAYA KOK BERBEDA TANGGAPAN YA…..ORANG INDONESIA MEMANG MUDAH SEKALI BERKATA SETUJU….BENAR JUGA TUH….
GAMPANG SEKALI MEMBENARKAN UCAPAN ORANG MESKIPUN DASARNYA SAMA2 TIDAK MATANG, BAHKAN BISA DIBILANG NGAWUR.
APALAGI SUKA MENJELEK2AN ORANG LAIN, MENUDUH ORANG LAIN. PDAHAL DIA SENDIRI TIDAK LEBIH BERHARGA DAN KURANG MANFAAT.
NAH BERPIKIRLAH DENGAN JERNIH…….MANA YANG BAIK DAN MANA YANG SUKA MENJELEK2AN ORANG.
AKU YAKIN ORANG YANG SUKA MENGUMBAR OPINI DAN MENCARI DUKUNGAN PASTILAH ORANG BERPAMRIH DAN DIA SEJELEK2 ORANG. DEMIKIAN PULA YANG MEMBENARKANNYA
*lirik atas*
iya sih, Harun Yahya menjelek-jelekkan teori evolusi (dengan mengatakan tidak lagi diterima), padahal teori tersebut masih diterima sampai saat ini.
Roy Suryo? hmm, masih belum lupa dengan ungkapan soal ‘tukang kebun’ dan omongannya terhadap penyimpan arsip lagu Indonesia Raya asli.
memang sih, orang yang asal menjelek-jelekkan orang lain, bisa jadi dia sendiri tidak lebih berharga dan kurang manfaat…
~pahaam?
~harusCukupPintarSih
bukan misinformasi kawaan…….
tapi pembelokan informasi, demi popularitas dan uang…..
ah, pelacur intektual itu…..
Apa yang dilakukan Mr. Harun, hanyalah menjelaskan bahwa segala sesuatu yang ada di bumi ini sudah terdapat di salah satu kitab suci yang ada saat ini, yang membuktikan kebenaran dari apa yang ditulis di kitab suci tersebut. Saya yakin yang tidak sependapat dengan Harun Yahya hanyalah orang yang tak punya iman, dan hanya mengandalkan otak, yang dengan otak terbatasnya itu dia tak akan mampu melihat warna ruhnya sendiri.
Selesai dan tidak usah dibahas lagi. Marai padu.
@ Abu Hoax
Memangnya mengakui evolusi itu otomatis sama dengan nggak bertuhan ya? Maaf, tapi Anda salah.
Silakan baca link ini dulu:
[Islam’s view on Evolution]
Pandangan itu menunjukkan bahwa Tuhan menciptakan makhluk yang kemudian berkembang. Istilahnya “evolutionary creationism”. 😉
“Yang tidak sependapat dengan Harun Yahya” What’s the big deal with have a different opinion with Mr Oktar ?
Apakah keimanan hanya menghasilkan orang-orang yang mengiyakan kata-kata seseorang tanpa terpikir untuk mengkritisinya ?
[…] bisa membuat suatu hal yang sebenarnya bukan temuan dia jadi terkenal atas nama dirinya, macamnya Roy Suryo. Meskipun begitu, memang ada beberapa yang sekedar iseng menggunakan/menyebut suatu inovasi […]
[…] oleh emmy21 di/pada 21 Februari, 2008 Gara-gara komentarnya Mas Fauzan di post yang menyinggung pseudoscience tempo hari, saya jadi membaca ulang berbagai materi tentang Teori Evolusi dan tulisan Pak Harun […]
menarik sekali, mencerahkan… membuat kita gak taklid buta…
namun, khusus Harun Yahya, dia juga tidak seluruhnya salah, karena apa yang diungkapannya tidak hanya berupa fakta ilmiah (yang mungkin salah?), tapi juga mengajarkan bagaimana kita membaca alam, untuk kemudian menjadikannya sebagai alat untuk bertasbih akan keagungan penciptaan-Nya. bukankah di sini pentingnya ilmu pengetahuan? yakni untuk beribadah kepada-Nya?
selanjutnya, boleh tanya, dari sekian banyak yang komentar di sini, sudah berapa banyak buku yang ditulis? kenapa gak mentransformasikan ilmu kepada mereka yang belum tahu?
kalo dalam ilmu dakwah dan balaghah (ilmu tata bahasa Arab), berbicaralah kamu menurut kemampuan pendengar. ini yang mungkin masih jarang diantar ilmuwan kita, mereka pinter, tapi gak pernah membumi, mencerahkan masyarakat dengan ilmunya (ato orang Indonesia yang gak mau baca?), dengan bahasa yang hanya dipahami oleh kalangan mereka.
saya sendiri, secara pribadi respek kepada Harun Yahya, karena ia mau berdakwah, menyampaikan ilmu yang dia tau untuk masyarakatnya.
sebagai renungan, berapa porsi kita, dalam lingkungan kita, berbicara ilmiah begini, yang mencerahkan, yang membuat masyarakat kita pinter?
so, nyatakanlah kebenaran! bukan membenarkan kenyataan.
saya orang awam. sebagian besar yang saya baca adalah buku atau ebook karangan Harun Yahya. saya jadi kritis,
sebenarnya teori evolusi yang bagaimana yang diungkapkan darwin sehingga tidak bertentangan dengan penciptaan? dan apa saja yang salah dari fakta2 ilmiah yang diungkapkan Harun Yahya?
@ neil
Sebenarnya, IMHO, masalahnya bukan sepenuhnya pada pandangan Harun Yahya (HY) soal kreasionisme. Kalau sekadar menyebar opini, itu tidak masalah. Saya sendiri respek saja pada semangat beliau menyebarkan ide kreasionisme tersebut.
Tapi masalahnya bukan itu. Masalahnya adalah, HY melakukan kebohongan publik sebagai berikut:
Intinya ada di tiga hal tersebut. Seandainya beliau cuma memaparkan soal kreasionisme saja, sebenarnya tidak masalah… sebab itu adalah hak beliau untuk beropini dan menyampaikan pendapat. 😉
Kebetulan saya pernah membahas soal ini; bisa Anda baca di [post saya] yang bagian FAQ soal evolusi. ^^
Soal kesalahan ilmiah HY, salah satu contohnya sudah saya kutip di atas; di bagian yang menyinggung common descent. Ada beberapa contoh lainnya, sih; tapi sebaiknya disambung lain waktu saja… diskusinya bakal jadi melebar soalnya. 🙂
Memahami teori evolusi Darwin mudah saja, makanya diajarin di tingkat SMP. Hanya perlu sedikit kecerdasan dan akal sehat. Sisanya kebebasan berpikir. Darwin memang jenius.
Fakta berbicara bahwa teori evolusi adalah palsu dan hayalan Darwin belaka. Baca Atlas of Creation, jelas-jelas semua makhluk itu diciptakan apa adanya dari semula dan tidak berubah.
@ Anwar
…dan saya yakin Anda belum baca penjelasan mendetail tentang evolusi. 😉
Coba Anda baca dulu tulisan saya yang ini:
[Beberapa FAQ tentang Evolusi]
Di sana saya sudah menjelaskan tentang Harun Yahya juga. Sebagaimana sudah saya utarakan, klaim-klaim beliau tentang evolusi banyak salah kaprahnya.
jadi sebenernya tu..
yang salah sapa??
darwin, harun yahya, at0 masyarakat yang bisa dibilang “awam”?
jadi menurut anda te0ri darwin itu benar adanya???
Siapakah makhluk awal yang anda maksudkan?He..He..oot
memang. oot sekali 😀
Tenang tenang gw cuma lihat2 aja kok sambil ketawa aja dah .Eh ngomong2 antony flew ilmuwan bukan ya?
flew? dia itu philosopher, kok. eh, ini flew yang atheist becomes theist itu, kan? lalu?
Lalu?
Good by evolution.
Selamat tinggal evolution.
Btw,joe sudah tahu belum nama makhluk awalnya?Sudah ditanyakan ke sora belum?
Jangan sampai menjelaskan Faq tentang evolusi ditanya nama makluk awal saja tidak bisa.
maaf…
maksudnya goodbye evolution? selamat tinggal evolusi?
kekeke… 😆
bisa berikan saya 1 alasan yang masuk akal saja?
makhluk awal? oh, silakan tanya sama yang jago teori tentang makhluk awal itu, donk. salah sambung kalo di sini
errr…sekali lagi, memangnya teori evolusi ada membahas tentang makhluk awal? 8)
Sori, baru menanggapi sekarang. Kemarin saya hiatus 2 bulan. 🙂
@ warna2cinta
Anda ini yang di blognya Pak Shodiq, bukan? Kan sudah dijelaskan panjang-lebar di sana. Ngapain masih nanya topik yang sama?
@ joesatch
Ah, masbro. Kayak nggak tahu troll saja. 😆
troll kan gak lucu!
yang penting kita pelajari pelajaran yang sudah ada jangan belajar yang ga jelas ilmunya dari mana
[…] jauh dari masyarakat. Dan kalau sudah begitu… bukan tak mungkin masyarakat dikerjai oleh penipuan berkedok ilmiah. Yang terakhir ini perkara yang serius yang tidak bisa diremehkan kepentingannya. Malah kalau saya […]
aneh juga mas imo ini , dia menyudutkan orang lain bahwa orang tersebut seolah2 hanya palsu keilmuannya, padahal mas imo juga tidak seahli seperti yang dia tuliskan.
dia hanya berdasarkan apa yang dia pelajari dari orang lain dan tidak melakukan penelitian yang mendalam, sudah berani menyudutkan bahwa keilmuan orang lain tidak benar.
^
Ini membicarakan Harun Yahya atau Roy Suryo? Kalau maksudnya saya tidak punya landasan mengkritik argumen Harun Yahya, sudah dibahas panjang-lebar di tulisan yang ini:
[link]
Semoga membantu. 🙂
BTW, Harun Yahya tidak pernah melakukan penelitian mendalam di bidang biologi. Dia bukan ilmuwan atau dosen, cuma penulis biasa.
Bukti bahwa Harun Yahya bukan ilmuwan/ahli biologi:
Saya di sini bukannya mengklaim diri pintar. Akan tetapi, kalau Harun Yahya ilmuwan yang mumpuni, harusnya terlihat bahwa dia mengerti ilmu biologi. Teori Lamarck itu pelajaran kelas 2 SMA — tapi begitu saja dia tak paham.