• Beranda
  • License
  • More About Me…
  • Sitemap

sora-kun.weblog()

//returns stories, pictures, or anything else he’s working at :)

Feeds:
Pos
Komentar

David Deutsch, Pandangan Zaman Baru

    Pre-script note:

    Halaman ini merupakan sub-bagian dari
    Sedikit Tentang Mekanika Kuantum dan Filosofinya (4b/5)

     
    Informasi terkait topik ini:

    David Deutsch ; Many-worlds Interpretation ; Modal Realism

 
Sekilas nama ini tidak terkenal, terutama bila dibandingkan dengan para legenda fisika yang disebut sebelumnya. Meskipun demikian, David Deutsch memiliki prestasi besar yang akan dikenang-hormat di abad mendatang. Dialah ahli fisika yang merancang komputer kuantum pertama.

 

deutsch-photograph

David Deutsch (1953—)

 

Saya tak akan membahas tentang komputer kuantum dalam-dalam di sini, sebab kita sedang bicara filsafat (bukan penemuan sains :mrgreen: ). Meskipun demikian, untuk menjelaskan kualitas diri beliau, saya harus menjelaskan bahwa komputer kuantum merupakan major breakthrough di dunia fisika. Secara prinsip kerja, ia berbeda dibandingkan komputer biasa. Adapun secara performansi — ia tak tertandingi.

Seperti apa perbandingan komputer kuantum dengan komputer tradisional?

Komputer kuantum dengan storage 500 qubit (quantum bit) dijajarkan dengan sebuah komputer tradisional, storage 500 bit.

Maka kemampuan proses komputer kuantum dibandingkan komputer tradisional adalah sebesar: 10150 kali lipat.

(lebih lanjut tentang komputer kuantum di: ComputerPowerUser.com)

Dahsyat? Hohoho, makanya saya bilang Deutsch itu fisikawan besar. :mrgreen: Hanya saja, 500 qubit itu masih bersifat teori. Sejauh ini para fisikawan baru berhasil merancang komputer dengan 5-6 qubit… masih jauh sekali dari orde ratusan qubit yang diimpikan. Tapi itu cerita lain untuk saat ini.

Kembali ke topik…

Mengecualikan komputer kuantum. Sebenarnya, ide filosofis apa yang diusung oleh Deutsch?

 

Sang Proponen MWI
 

Jika Anda mengikuti perkembangan fisika teori dalam beberapa tahun terakhir, maka Anda takkan merasa asing dengan namanya. Di awal abad ke-21, Deutsch dikenal sebagai salah satu pembela terdepan Many-Worlds Interpretation (MWI).

Deutsch terkenal dengan semangatnya dalam menunjukkan MWI sebagai “konsekuensi logis” yang dihasilkan mekanika kuantum. Mengutip salah satu artikel yang dimuat majalah New Scientist, 14 Juni 2001:

Quantum theory leaves no doubt that other universes exist in exactly the same sense that the single Universe that we see exists. This is not a matter of interpretation. It is a logical consequence of quantum theory.

~David Deutsch[16]

Di sisi lain, ia juga tak tanggung-tanggung dalam mengkritik interpretasi QM yang disuguhkan fisikawan non-MWI. Menurut Deutsch, para ilmuwan tersebut — baik dengan sadar ataupun di bawah sadar — sebenarnya menyisakan ruang dalam interpretasi mereka, yang mana pada akhirnya justru mensugestikan kebenaran MWI.[17]

Meskipun demikian, kritikan paling keras yang dilancarkannya adalah pada Tafsiran Kopenhagen. Ketika membahas berbagai interpretasi QM yang disebut sebelumnya, ia secara khusus membandingkan dengan tafsiran karya Bohr dan Heisenberg:

Some are gibberish, like the Copenhagen interpretation.

~ David Deutsch[17]

Ini tidak mengherankan. Deutsch punya ketidaksukaan tersendiri pada filsafat Tafsiran Kopenhagen, sebagaimana akan kita bahas berikut ini.

 

Kritik terhadap Positivisme
 

Dalam salah satu tulisan di website-nya, “Taking Science Seriously”, Deutsch melemparkan kritik pada positivisme. Menurutnya, penerapan positivisme di kalangan ahli fisika justru bersifat detrimental.

Going variously under such names as ‘instrumentalism’, ‘logical positivism’ and ‘I’m just a simple scientist, I don’t hold with metaphysics’, the doctrine has been that the entire content of a scientific theory lies in its observable predictions. Explanations of why the predicted events come about, if couched in terms of entities that cannot be directly observed (such as quarks, curved spacetime or parallel universes) are regarded as matters of taste: optional extras, not really part of science at all.

~ David Deutsch, “Taking Science Seriously”[18]

Di sini ia menyindir perilaku para positivis dengan halus. Metodologi positivisme, yang mengabaikan pendekatan keidean, takkan pernah berhasil menemukan Teori Relativitas Umum dan quark. Dua-duanya berangkat dari hipotesis — tapi toh diakui sebagai pencapaian besar dunia fisika.

Deutsch sekaligus menunjukkan bahwa penolakan terhadap MWI (yang notabene sangat hipotetikal) adalah berlandasan pada skeptisisme tidak sehat. Jika ahli fisika hanya mengacu pada apa yang terlihat, apa yang bisa terukur, maka mereka takkan bisa berpikir out-of-the-box. Teori Relativitas Umum mungkin harus tertunda satu-dua abad, sampai mereka menyadari bahwa “ruang-waktu benar-benar melengkung” — sementara Einstein sudah menduganya sejak tahun 1915.

***

Sentimen yang sama terlihat ketika Deutsch mengomentari pengaruh Bohr di dunia fisika. Dalam sebuah wawancara[19] ia menekankan betapa terkungkungnya dunia kuantum, secara intelektual, dalam cengkeraman positivisme Bohr.

Niels Bohr’s influence educated two generations of physicists to make certain philosophical moves of the form “we must not ask such and such a question.” Or, “a particle can be a wave and a wave can be a particle,” became a sort of mantra and if one questioned it one was accused of not understanding the theory fully.

Ia kemudian melanjutkan dengan punchline brilian sebagai berikut:

Nobody will laugh at you if, in reply to the question “are there really parallel universes or not?”, you answer “that is a meaningless question; all that matters is the shapes of the traces in the bubble chamber, that is all that actually exists.”

~ David Deutsch, Interview with PhilosophyNow (December 2000)[19]

Tak pelak, Deutsch benar-benar mengkritisi positivisme yang sudah berurat-berakar di dunia QM, terutama Tafsiran Kopenhagen. Positivisme Bohr bukan saja terlihat naif, melainkan juga kaku dan dogmatik. Lebih jauh lagi: ia membentuk kultur yang merugikan.

Selama Tafsiran Kopenhagen menjadi interpretasi mainstream, maka fisikawan akan kesulitan mengembangkan sayap — mereka akan terus dibayangi oleh peer-pressure untuk mengadopsi pandangan positivisme. Demikian simpul Deutsch.

 

Pandangan terhadap Heisenberg dan Einstein
 

Menariknya, walaupun di satu sisi Deutsch bersikap relatif pedas terhadap Bohr, ia tidak terlalu mempermasalahkan filsafat yang dianut Heisenberg. Memang, dalam beberapa waktu, kritikannya secara umum ditujukan pada Tafsiran Kopenhagen (di mana Heisenberg berperan besar sebagai pendiri). Toh, ini tidak mengubah kenyataan. Sebagaimana sudah dijelaskan di atas, complain utama yang dimilikinya adalah terhadap positivisme Bohr yang (sayangnya) diamini oleh Heisenberg dan fisikawan mazhab Kopenhagen pada umumnya.

Walaupun begitu, kita perlu mencatat bahwa Deutsch memiliki tingkat kepercayaan yang berbeda pada matematika dibandingkan Heisenberg. Filosofinya di bidang ini lebih mirip ke arah Einstein.

Mathematical knowledge may, just like our scientific knowledge, be deep and broad, it may be subtle and wonderfully explanatory, it may be uncontroversially accepted; but it cannot be certain.

~ David Deutsch, “Fabric of Reality” (Ch. 10)[20]

Lebih jauh lagi, ia tampak benar-benar berbagi pandangan dengan Einstein mengenai kenyataan. Untuk memandang dunia, bukan saja lewat bukti (evidence), melainkan juga konsepsi kita tentangnya. Secara khusus ia menyebutkan matematika sebagai sarana simbolisasi.

Reality contains not only evidence, but also the means (such as our minds, and our artefacts) of understanding it. There are mathematical symbols in physical reality. The fact that it is we who put them there does not make them any less physical.

~ David Deutsch, “Fabric of Reality” (Ch.3)[21]

Dengan demikian, menjadi jelaslah bahwa filosofi Deutsch lebih dekat ke arah Einstein dibandingkan Heisenberg. Terdapat pula satu kondisi yang membuat filsafatnya semakin harmonis dengan Einstein: ia mempercayai alam semesta yang obyektif-deterministik.

Deutsch adalah seorang proponen MWI. MWI, di sisi lain, bersifat deterministik tanpa tergantung pengamat. Ini sejalan dengan semangat realisme yang diusung Einstein, walaupun dengan cara yang berbeda. (i.e. realisme modal)

Sayangnya kita tak pernah tahu bagaimana tanggapan Einstein terhadap MWI. Ia meninggal dunia di tahun 1955, sementara MWI baru mulai muncul di tahun 1957. Walaupun begitu, menarik untuk dicatat bahwa Bohr tidak menyetujui MWI[22] — sebagaimana ia juga tidak menyetujui pandangan Einstein tentang QM. Mungkin benar bahwa filsafat Einstein dan MWI memang banyak miripnya. 😛

 

 
———

Catatan Kaki

 

[1] Halaman Wikiquote Niels Bohr — sebagaimana dikutip dalam “The Unity of Human Knowledge” (esai, Oktober 1960)

[2] Faye, Jan. Niels Bohr and Vienna Circle (format .doc)

[3] Niels Henrik David Bohr (biografi online)

[4] Cramer, John. View on Copenhagen Interpretation

[5] Student Years, 1920 – 1927: The Sad Story of Heisenberg’s Doctorate; bagian dari situs biografi Werner Heisenberg (David C. Cassidy & American Institute of Physics)

[6] Halaman Wikiquote Werner Heisenberg — sebagaimana dikutip dalam The New York Times Book Review (8 Maret 1992)

[7] Weiss, Michael. Anschaulichkeit, Abscheulichkeit

[8] Heisenberg – Quantum Mechanics, 1925-1927: The Uncertainty Principle; bagian dari situs biografi Werner Heisenberg (David C. Cassidy & American Institute of Physics)

[9] Heisenberg, Werner. Physics and Philosophy (1958)

[10] Max Born, sebagaimana dikutip dalam Fundamental Principles of Relativity (physics.about.com)

[11] Wospakrik, Hans J. 1987. “Berkenalan dengan Teori Kerelatifan Umum Einstein”. Bandung: Penerbit ITB (halaman 82)

[12] ibid.

[13] Albert Einstein, Philosophy of Science (Stanford Encyclopedia of Philosophy Archive)

[14] Unreasonable Effectiveness

[15] Albert Einstein – A Series of Selected Quotations (Mountain Man Graphics)

[16] New Scientist, 14 Juli 2001: Taming the Multiverse. Arsip dimuat dengan izin.

[17] ibid.

[18] Deutsch, David. Taking Science Seriously

[19] Philosophy Now: Filiz peach Interviews David Deutsch, arsip wawancara di website David Deutsch

[20] Halaman Wikiquote David Deutsch, sebagaimana dimuat dalam buku Fabric of Reality

[21] ibid.

[22] Shikhovtsev, Eugene. Biographical Sketch of Hugh Everett, III

Share this:

  • Twitter
  • Facebook

Sukai ini:

Suka Memuat...

1 Comment »

Satu Tanggapan

  1. pada November 5, 2008 pada 10:42 am gentole

    Kutipannya bagus-bagus Sora. Great job!



Komentar ditutup.

  • About Me

    sora9n

    NOTICE:
    Blog ini tidak dilanjutkan lagi. Penulisnya sudah pindah ke alamat baru: [link]

    Sebagian posting lama telah diset privat.

    [guestbook entries]
  • Disclaimer


    This blog is personal property which is publicized. Readers are free to copy, republish, and distribute the content as long as the source is mentioned.

    [more on license page]

  • People visited this blog:

    • 1.458.686 times
  • My Picture Gallery

    -=-=-=-=-=-=-=-
    .: Gallery's Main Page :.
    -=-=-=-=-=-=-=-

  • Categories

  • Top Posts

    • Beberapa Kalimat Sapaan dalam Bahasa Jepang
    • Mengenal Huruf Kana (2) - Katakana
    • Sedikit tentang Mekanika Kuantum dan Filosofinya (4a/5)
    • [nihongo] Berkenalan dengan Huruf Kanji
    • Kata Ganti Orang Ketiga dan Jamak dalam Bahasa Jepang
  • Recent Posts

    • Akhir Sebuah Perjalanan (alias: Balada Pindah Alamat)
    • Current Playlist 2010.10.01: World Music Edition
    • Grandpa’s Old Typewriter
    • [nihongo] Berkenalan dengan Huruf Kanji
    • Mengapa Tertarik Belajar IPA?
  • Archives

  • Metadata for This Site

    • Daftar
    • Masuk
    • Entries feed
    • Feed Komentar
    • WordPress.com

WPThemes.


Privasi & Cookie: Situs ini menggunakan cookie. Dengan melanjutkan menggunakan situs web ini, Anda setuju dengan penggunaan mereka.
Untuk mengetahui lebih lanjut, termasuk cara mengontrol cookie, lihat di sini: Kebijakan Cookie
%d blogger menyukai ini: