Pembaca reguler blog ini mungkin sudah tahu bahwa saya sangat suka main-main dengan nama dan etimologi (salah satu contohnya bisa dibaca di tulisan yang ini). Bagi saya, mengamati nama orang bisa dibilang sebagai hobi — setiap kali mendengar nama yang lumayan catchy, biasanya saya akan tergelitik dan mencari akar katanya. Malah, kalau perlu, pergi ke internet dan mencari asal-usul nama tersebut… tapi bukan itu yang hendak kita bahas kali ini.
Nah, salah satu yang sering saya perhatikan adalah nama anak perempuan Indonesia zaman sekarang (baca: kelahiran ’90-an). Ternyata, banyak di antara mereka yang nama depannya berakhiran -ia! 😮
Anda mungkin tak begitu yakin, tapi, kalau mau contoh, Anda bisa lihat judul tulisan di atas. Artemia, Alifia, Lavinia, Aurelia — nama-nama yang bisa Anda temukan kalau Anda main ke SD terdekat dan mengecek daftar absennya. Menurut saya ada semacam pola di sini.
Tentunya kecenderungan tersebut bukannya tanpa alasan. Kenapa bisa begitu, nah, ini ada ceritanya lagi.
Back to The Past:
Nama-nama Feminin dalam Mitologi Romawi-Yunani Kuno
Sahibul hikayat, masalah nama ini bermula ribuan tahun lalu, ketika orang-orang Yunani (dan Romawi) sibuk berkisah tentang para dewa. Bahasa Latin dan Yunani sama-sama diturunkan dari rumpun Bahasa Indo-Eropa — rumpun bahasa ini mempunyai kecenderungan menitipkan akhiran -a pada kata benda bersifat feminin.[1]
Bisa ditebak, kebiasaan tersebut kemudian terbawa dalam pemberian nama tokoh-tokoh dalam mitologi mereka. Sedemikian hingga muncullah nama-nama tokoh (wanita) sebagai berikut:
a) Mitologi Romawi
Aurora — dewi subuh
Fortuna — dewi keberuntungan
Minerva — dewi kebijaksanaan
Proserpina — penguasa akhirat; pendamping Pluto
Diana — dewi bulan dan perburuan
b) Mitologi Yunani*
Athena — dewi kebijaksanaan
Hestia — dewi rumah dan perapian
Rhea — ibu dari Zeus, penguasa Olympus
Europa — Putri Kerajaan Phoenicia, kekasih selingkuhan Zeus
Aegina — anak perempuan Asopus (dewa sungai)
*) Beberapa nama feminin dalam mitologi Yunani tidak melulu berakhiran dengan -a, semisal: Aphrodite, Selene, Demeter. Meskipun begitu, penyandang nama berakhiran -a hampir pasti perempuan — sangat jarang tokoh laki-laki memiliki nama berakhiran -a.
Dalam hal ini, Romawi lebih konsisten dengan penggunaan nama berakhiran -a untuk wanita. Kebiasaan ini kemudian diturunkan pada nama-nama Eropa modern. (misal: “Alexandra”, “Adriana”, “Francesca”)
Penggunaan nama-nama Latin dan Yunani kemudian menyebar seiring populernya mitologi mereka ke seluruh dunia. Di masa kini, tidak ada yang mengernyitkan dahi kalau mendengar orang Indonesia bernama “Diana”, “Aurora”, atau “Hestia”… atau orang Amerika bernama “Rhea”.
Seolah-olah, orang berlomba memberi nama anak perempuan berbau Eropa dan berakhiran -a! Kalaupun ada yang kurang terkenal, barangkali hanya “Medea” saja.
*dilempar sandal sama mbak rise*
*bletaaakkk* xP
Akhiran -a: Bukan Hanya Milik Eropa
Sebagaimana sudah disebut di atas, nama yang memiliki akhiran -a umumnya akan terkesan feminin. Ini agak aneh; saya juga tidak tahu kenapa bisa begitu (barangkali ada penjelasan psikoakustik di baliknya). Satu hal yang jelas, lebih mudah menemukan nama anak perempuan — di berbagai belahan dunia — yang berakhiran -a daripada (misalnya) -o atau -i.[2]
Saya pernah iseng mengamati daftar nama peserta kuliah di kampus. Kelasnya cukup besar, sekitar 100-an orang, dan bersifat lintas angkatan. Apa yang didapat? Ternyata saya menemukan nama-nama seperti “Dita”, “Paramita”, dan “Annisa”. Nama-nama itu jelas bukan nama Yunani, apalagi Romawi — tapi ternyata tunduk juga pada akhiran -a. 😕
Yang paling sering jadi korban ‘trend’ ini adalah nama-nama berbau Arab (e.g. “Annisa”, “Rizka”, “Zulaikha”), disusul nama-nama berbau Eropa (“Diana”, “Selena”, dst). Adapun nama-nama lokal Indonesia umumnya lebih banyak melawan arus dengan berakhiran -i, semisal “Miranti”, “Sundari”, atau “Astri”.
Sepertinya ada sesuatu di balik nama berakhiran -a yang membuatnya terkesan feminin. Atau tidak. Tapi, mengingat saya sendiri punya kesukaan pada sebuah nama berakhiran -a (Elesia!) … bukan mustahil kecenderungan di atas memang ada sesuatunya. ^^;
Genderflip Technique:
[male name] + [-a] / [-ia] = [female name]
Hal menarik lain yang saya temukan, sehubungan dengan akhiran -a yang sudah dijelaskan di atas, adalah bahwa tidak sulit mengubah nama laki-laki menjadi nama perempuan. Cukup modifikasi akhiran nama tersebut menjadi -a atau -ia, dan voila — nama perempuan pun didapat.
Orang yang biasa memperhatikan nama Eropa, mungkin akan bilang bahwa saya sedang menyampaikan hal basi. Tapi, tidak — masalahnya bukan itu. Bahwasanya, teknik ini berlaku relatif universal! 😀 Bukan saja untuk nama berbau Eropa, melainkan juga nama Semitik (Timur Tengah) dan Slavik (Eropa Timur).
Misalnya contoh-contoh di bawah ini.
a) Eropa Barat (Latin/Yunani)
Adrian + [-a] = Adriana
(asal bahasa: Latin. etimologi: Hadria, atau Laut Adriatik)
Aurelius + [-ia] = Aurelia
(asal bahasa: Latin. etimologi: aurum, “emas”)
Alexander + [-a] = Alexandra
(asal bahasa: Yunani. etimologi: alexo + andros, “penguasa”)
Theodoros + [-a] = Theodora
(asal bahasa: Yunani. etimologi: theos + doros, “pemberian Tuhan”)
b) Semit (Timur Tengah)
Daniel + [-a] = Daniela
(asal bahasa: Hebrew. etimologi: daniyyel, “God is my Judge”)
Darius + [-ia] = Daria
(asal bahasa: Farsi. etimologi: dârayavahush, “possessing goodness”)
Rizki + [-a] = Rizka
(asal bahasa: Arab. etimologi: rizq, “rezeki/berkah”)
Amal + [-ia] = Amalia
(asal bahasa: Arab. etimologi: amal, “tindakan/perbuatan positif”)
c) Slavik (Eropa Timur)
Yevgenii + [-a] = Yevgenia
(asal bahasa: Rusia. etimologi: Yunani eu + genes, “well-born”)
Radomir + [-a] = Radomira
(asal bahasa: Slav. etimologi: rad + mir, “kebahagiaan dan kedamaian”)
Stanislav + [-a] = Stanislava
(asal bahasa: Slav. etimologi: stan + islav, “stand with glory”)
Sebagaimana bisa dilihat, penambahan -a atau -ia pada nama pria, dalam banyak kasus, bisa menghasilkan nama feminin yang relatif catchy. Tak banyak yang tahu bahwa “Aurel” aslinya nama pria[3] — kan begitu? Tapi nyatanya sekarang banyak anak perempuan bernama “Aurelia”. Hanya dengan menambahkan akhiran -ia, nama yang ‘cantik’ pun terbentuk.
Saya suka sekali main-main dengan penambahan -a dan -ia ini. Kalau misalnya ada pemain bola bernama Andrei Arshavin, maka saya tinggal menambahkan dua huruf ‘a’, dan jadilah…
Andrea Arshavina
Hey, that’s one pretty name. Saya rasa, kalau saya berkeliaran di Facebook pakai nama itu — sembari memasang foto gadis cantik di homepage — akan banyak orang terjebak meng-add saya. Tapi itu cerita lain lagi untuk saat ini. 🙂
Akhir Kata…
Jadi, kesimpulan yang saya dapat hasil bongkar-bongkar nama orang selama ini adalah: kalau orang ingin menciptakan nama wanita yang catchy — baik itu untuk nama anak, hewan peliharaan, ataupun tokoh cerita — maka yang harus dilakukan adalah bermain-main dengan huruf ‘a’. Entah dengan menambahkan akhiran -ia, atau malah cuma menempel buntut huruf -a saja.
Huruf ‘a’ itu sakti: manfaatkan dengan benar, dan Anda mendapatkan nama feminin yang berpotensi terdengar cantik. Pokoknya, semakin banyak main ‘a’ dan ‘ia’, makin bagus! Buktinya sudah banyak di atas, dan bisa saya contohkan lagi berikut ini.
Kalau Anda lebih suka nama bergaya Barat, ada Aurora, Artemia, Lavinia, Laura, dan Olivia.
Kalau Anda lebih suka nama Arab, ada Aisha, Fadila, Fathia, Zahra, dan Nadia.
Atau, kalau Anda lebih suka nama Eropa Timur: Svetlana, Ludmilla, Lara, Yevgenia, Adriana.
Saya bertanya-tanya, apa mungkin ada “sihir” tertentu di balik bunyi vokal ‘a’ dan ‘ia’. Sepertinya tak ada nama perempuan yang jelek kalau bumbu tersebut dipakai dengan tepat. Bahkan nama yang tadinya sudah bagus seperti “Windri” pun, seolah jadi lebih eksotis kalau disebut “Windria”.
Boleh jadi ada sesuatu dalam psikologi manusia yang membuat nama-nama tersebut terkesan manis. Entah apa. Mungkin bisa jadi bahan yang penelitian yang bagus untuk para linguis dan psikolog. Siapa yang tahu? 😉
***
In all fairness, though, mari kita sama-sama berharap satu hal: agar nama-nama tersebut tidak ditemukan (dan dijadikan judul) oleh para pembuat sinetron Indonesia. Sejujurnya, saya sering miris dengan hal yang satu ini.
Sekarang ini amat jarang ada nama anak perempuan yang belum dijadikan judul sinetron. Mulai dari Fitri, Khanza, Melati untuk Marvel, Cahaya, Intan, Amanda… semua sudah dibuat. Berbagai sinetron tersebut dibuat secara kejar tayang. Dengan akting yang teramat biasa, juga dengan jalan cerita yang begitu saja. Saya tidak tahu bagaimana dengan Anda — tapi, yang jelas, saya akan kecewa sekali kalau nama seperti “Minerva” ternyata ujung-ujungnya jadi gadis menderita obyek siksaan tante galak.
Sebab, for God’s sake: Minerva itu Dewi Kebijaksanaan Romawi, tahu! Mana bisa yang seperti itu disuruh ngepel, dimarahi, dan dibuat menangis demi simpati pemirsa!! 👿 😈
——
Catatan Kaki
[1] ^
Beberapa contohnya bisa dilihat di:
Grammatical gender @ Wikipedia Bahasa Inggris.
Adapun untuk penjelasan yang lebih formal dan bersifat textbook, bisa Anda baca di:
Indo-European Linguistics oleh John Clackson (2007), chapter 4.4., pp.104-111.
(*disclaimer: saya cuma baca e-book-nya, jadi tidak beli dari situs ybs. 😛 )
[2] ^
Pembahasan yang cukup menarik saya temukan di arsip milis LinguistList.org, bertanggal 18 Februari 2000. Salah satu kesimpulan akhirnya adalah, walaupun tidak ada aturan baku tentang akhiran -a pada nama feminin, kecenderungan tersebut memang ada dan valid secara statistik.
Paper terkait yang juga menarik, dirujuk oleh post milis tersebut:
Elizabeth and John: Sound patterns of men’s and women’s names
oleh E.A. Cutler, J.M. McQueen, dan K. Robinson. (1990)
[3] ^
Saya sering bingung setiap kali orang menyebut “Aurel” sebagai nama perempuan. Sejauh yang saya tahu, “Aurel” aslinya adalah nama laki-laki — yang mana nama ini disandang oleh beberapa figur sebagai berikut.
Granted, apabila ditambahi akhiran -ia, nama ini menjadi nama perempuan (“Aurelia”). Meskipun begitu, tanpa imbuhan tersebut, “Aurel” adalah nama laki-laki dan umum menjadi nama depan di wilayah Eropa Tengah (e.g. Rumania dan Hungaria).
Read Full Post »