Syahdan, sebelum benua Australia ditemukan, orang Eropa punya pendapat seperti berikut.
Setiap kali saya melihat angsa, selalu berwarna putih.
Angsa di danau berwarna putih,
Angsa di peternakan berwarna putih.Oleh karena itu, pastilah semua angsa di dunia berwarna putih.
Selama bertahun-tahun mereka terbiasa dengan “doktrin” ini, sebab memang tak ada angsa berwarna lain yang hidup di Eropa. Mulai dari Inggris, Wales, hingga Belanda dan Hungaria, semua angsa yang terlihat selalu berwarna putih. “Rasanya mustahil ada angsa berwarna hitam atau abu-abu,” demikian pikir penduduk Eropa.
Tapi, benarkah begitu?
Menjelang akhir abad ke-18, pendapat “angsa putih” di atas hancur berkeping-keping. Bahwasanya, para ilmuwan menemukan spesies ANGSA BERWARNA HITAM… di benua Australia!!! π―
Angsa hitam (latin: Cygnus atratus). Konon, kehadirannya tersembunyi sampai tahun 1780 – yakni ketika ahli biologi Inggris menginjakkan kaki di Australia.
[photo (c) Mindaugas Urbonas, via Wikimedia Commons]
Kontan, peristiwa ini menampar kesadaran berfilsafat orang-orang Eropa. Bagaimana bisa orang begitu yakin bahwa semua angsa berwarna putih, sementara nyatanya ada angsa berwarna hitam? Pastilah ada yang salah dengan cara berpikir mereka. Tapi apakah yang salah itu?
Sekilas Problem Hume
(dan Cara Berpikir Induktif)
Bapak David Hume, filsuf Inggris yang meninggal pada tahun 1776, adalah orang pertama yang mengangkat topik ini. Di sela-sela kesibukannya sebagai penulis buku sejarah, ia mengetengahkan sebuah pertanyaan logika yang disebut Problem Hume.
Problem Hume aslinya memiliki deskripsi agak teknis. Meskipun begitu, untuk memudahkan pembahasan, saya akan coba menampilkannya di sini dalam bentuk ilustrasi.
Dua hari lalu, matahari terbit di ufuk timur.
Kemarin, matahari terbit di ufuk timur.
Pagi ini pun, matahari juga terbit di ufuk timur.Tetapi, apakah matahari pasti terbit di timur juga esok hari?
Hume memiliki keberatan dengan cara berpikir induktif, yakni sebagaimana dijelaskan dalam tiga baris pertama bait di atas. Apabila suatu hal terjadi secara beruntun dan teratur di masa lalu, maka hal tersebut diprakirakan terjadi pula di masa depan. Pertanyaannya: benarkah demikian?
Menurut Hume, belum tentu. Bahwasanya amatan kita hari ini belum tentu mencerminkan kejadian esok hari. Dalam kasus matahari di atas, misalnya, tidak ada kepastian bahwa matahari akan terbit. Orang cuma bisa memprediksi saja lewat pengalaman.
Siapakah yang menjamin bahwa kiamat bukan esok hari? Bagaimana jika rotasi bumi mendadak berhenti, atau jika matahari mendadak hancur berkeping- keping. Menurut Hume, sangat gegabah jika kita meyakini masa depan takkan jauh beda dibandingkan kemarin-kemarin. Yang bisa kita yakini tentang masa depan — berdasarkan pengalaman — hanyalah probabilitasnya saja.
Kalau selama ribuan tahun matahari terus terbit di ufuk timur, sepertinya ia akan terbit di timur juga esok hari. Kalau selama ribuan tahun kita hanya melihat angsa putih saja, sepertinya mustahil ada angsa berwarna hitam. Tetapi bukan tak mungkin suatu hari, di satu hari yang mengejutkan… kita melihat parade angsa hitam atau matahari yang terbit di utara. Pada dasarnya, kita tak pernah tahu. Inilah intisari dari Problem Hume.
***
Kalau Anda suka nonton bola, pasti tahu kejadian baru-baru ini. Timnas Spanyol — yang tidak pernah kalah dalam 35 pertandingan terakhir — ternyata tumbang di kaki ‘anak bawang’ Amerika Serikat. Di sini Problem Hume menunjukkan dirinya. Betapapun dahsyatnya rekor Spanyol dalam 35 pertandingan, itu tidak menjamin mereka takkan kalah di pertandingan ke-36. π
Hubungannya dengan Kebenaran
Salah satu implikasi yang dihadirkan Problem Hume terkait dengan persepsi kita tentang kebenaran. Hume mengindikasikan bahwa apa yang hari ini kita yakini sebagai “kebenaran” belum tentu berlaku di masa depan.
Contoh yang bagus tentang ini adalah Hukum Newton. Selama dua abad, orang menganggap Hukum Newton sebagai tiang pancang dunia fisika. Ribuan percobaan yang dilakukan sejalan dengan ketentuan dan prediksinya. Para fisikawan waktu itu percaya, rahasia besar fisika telah terungkap — tinggal detail kecil-kecil saja yang tersisa.
Tak kurang dari fisikawan A. A. Michelson berkata,
“Tugas fisika sekarang sekadar menghitung angka desimal keenam saja (dalam perhitungan).”
Masalahnya, semua bisa dijelaskan dengan Newton. Tinggal memasukkan angka-angka yang cocok ke dalam rumus, maka jadilah. Ini pendapat yang dianut hampir semua fisikawan klasik.
Meskipun begitu, di awal abad ke-20, Albert Einstein muncul dengan dua buah karya terkenal. Pertama, Teori Relativitas Khusus di tahun 1905 menumbangkan Hukum Gerak Newton. Kedua, Teori Relativitas Umum di tahun 1919 menumbangkan Hukum Gravitasi Newton. Hanya dalam tempo dua dekade, “kebenaran” yang dianut fisikawan klasik runtuh.
Hukum Newton, yang tadinya diyakini sebagai “kebenaran” dunia fisika, ternyata tidak sempurna. Sebagaimana halnya angsa hitam, teori Einstein sukses menjungkirkan anggapan yang telah mapan.
***
Di sinilah kita belajar bahwa “kebenaran” (dalam tanda kutip) itu bukan Kebenaran hakiki. “Kebenaran” itu hanya asumsi kita belaka. Asumsi-asumsi dibangun dari masa lalu, dipakai untuk memprediksi masa depan. Tetapi sebagaimana dikatakan oleh Problem Hume: no, you can’t. Tidak pernah ada jaminan bahwa hari esok akan sama dengan hari ini, atau bahwa “kebenaran” hari ini akan diterima di masa depan.
Ratusan tahun orang Eropa percaya bahwa semua angsa berwarna putih. Tetapi, cuma dibutuhkan beberapa tahun menapaki Benua Australia untuk menyangkalnya.
Ribuan eksperimen mendukung “kebenaran” Hukum Newton. Keberhasilannya dua abad. Tetapi, cuma dibutuhkan dua buah paper di awal abad 20 untuk meruntuhkannya.
Dan siapakah kita, yang berhak mengklaim bahwa matahari pasti terbit di timur esok hari? Tidak ada. Kita cuma bisa memprediksi berdasarkan dengan pengalaman. Tetapi, benar atau tidaknya, kita takkan tahu sampai esok tiba. π
Memaknai Kerancuan: Solusi Karl Popper
Sampai di sini, mungkin ada di antara pembaca yang hendak mengangkat tangan dan bertanya.
“Bagaimana bisa kita hidup dengan tenang? Dunia ini begitu rancu, tidak ada yang pasti. Bahkan kebenaran yang kita percaya juga tidak pasti!”
Memang ada benarnya. Problem Hume membuat kita harus siap-siap kehilangan pegangan: tidak ada yang tidak mungkin terjadi di dunia ini. Masa depan kita tak pernah pasti. Yang bisa kita hitung barangkali hanya probabilitas (kebolehjadian)-nya saja.
Tetapi, bagaimana supaya kita tak terjebak mengamini “kebenaran” yang salah? Bagaimana supaya kita tak canggung menghadapi dunia yang tak terduga?
Jawaban untuk ini ditemukan oleh filsuf Austria, Karl Popper. Menurut Popper,
Pendapat kita tentang sesuatu hal tak boleh statis, melainkan harus selalu dicocokkan dengan bukti. Apabila pendapat tidak cocok dengan bukti, maka pendapat tersebut harus diperbaiki.
Dunia memang tak terduga, Popper mengakui. Satu-satunya cara untuk menghadapi Problem Hume adalah dengan menerima bahwa prasangka kita bisa salah. Meskipun begitu, kita selalu bisa belajar dari kesalahan. Dengan mempelajari kesalahan, pemahaman kita jadi lebih baik.
Kalau tadinya kita percaya bahwa semua angsa berwarna putih, dan ternyata kita menemukan angsa hitam, maka keyakinan kita harus direvisi. Kalau tadinya kita percaya Hukum Newton sebagai kebenaran, maka, setelah melihat teori Einstein menumbangkan Newton, keyakinan itu juga harus direvisi. Di sini bukti berbicara. Apabila kita memilih keukeuh pada argumen dan menolak bukti, maka kita tak bisa maju.
Singkat kata, Popper menekankan: agar terhindar dari kekeliruan, orang harus membuka diri pada kemungkinan dan belajar dari kesalahan. Orang yang dogmatik, yang tertutup dan menolak bukti, hanya akan jadi tertawaan. Hanya orang yang berpikiran terbuka dan mau belajarlah yang bisa maju.
Demi menghadapi ketidakpastian, kita harus mengakui yang tak terduga. Dan kemudian, belajar dari yang tak terduga itu setiap kali ia menyerang. Demikian pendapat Popper.
Epilog: Dunia yang Tak Pasti
“Life is like a box of chocolates — you never know what you’re gonna get.”
~ Forrest Gump
Kita hidup di dunia yang tak pasti, demikian kata orang. Masalahnya kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Kadang hidup berjalan sesuai perkiraan; lain waktu, kita mendapat kejutan. Hal-hal semacam ini membuat hidup kita jadi berwarna, dan pada dasarnya layak disyukuri. Sebab, siapa pula yang mau menjalani hidup yang sama setiap hari? π
Terkadang musibah terjadi, dan kita menangis. Terkadang kita mendapat kejutan manis, dan kita tersenyum. Satu hal yang harus selalu diingat adalah bahwa anything may not last forever. Tidak pernah ada jaminan bahwa hari esok akan sama dengan hari ini. Yang susah adalah kalau kita berasumsi bahwa hari esok akan begini atau begitu, tapi ternyata berbeda. Kita jadi tidak siap.
Quid vesper ferat, incertum est, begitu kata pepatah latin. Apa yang terjadi nanti sore tidak pasti. Oleh karena itu, salah besar jika orang berasumsi terlalu pasti tentang masa depan. Kita harus ingat bahwa selalu ada ruang untuk ketidakpastian — betapapun kecilnya.
Maka benarlah ujaran Karl Popper di atas. Orang tidak selayaknya berasumsi dengan pikiran tertutup, melainkan harus membuka diri pada kemungkinan. Hanya dengan membuka diri pada kemungkinan, kita siap menghadapi dunia; belajar dari kesalahan kita, dan menjadi lebih baik karenanya.
Anda setuju? π
——
Ps:
Michael Owen gabung ke Man-U! Ada yang menduga?
Contoh lain dari Problem Hume: WordPress.com memutuskan untuk mengganti set emoticon tepat sebelum saya merilis tulisan ini. Padahal emoticon yang lama sudah bertahan tiga tahun. >__>
Well, life is like a box of chocolates. It sure is!
Saya ndak menduga, tapi…ada masalah? π
I like the older ones. π¦
^
Itu contoh penerapan Problem Hume, masbro. Hal-hal yang tak terduga sekalipun
seperti Owen bergabung ke Man-Uselalu punya kemungkinan untuk terjadi./itu maksud saya dengan penutup ybs. ^^;
Sama. Saya juga. x(
*merasa inti postingan ada di akhir tulisan*
*merasa deja vu dengan buku Black Swan*
*merasa skeptisisme yang mulai dipelajari selama ini sudah benar*
Dulu, saat masih tokcer di Liverpool, saya pengen banget MU menggaet Owen.
Tapi, kok ya baru sekarang, pas uda tua + sakit-sakitan π¦
Err.. soal problem Hume.. Selama ini kita juga merasa bahwa problem Hume itu memang benar.. Tapi siapa yang mengira bahwa di masa yang akan datang ternyata problem Hume itu salah dan ternyata masa depan memang selalu sama dengan masa kemarin-kemarin?
*halah, bingung sendiri jadinya* π
tapi ada teman saya yg bila mendengar suatu pernyataan, dia harus selalu meminta bukti.
pokoknya dia gak bakal percaya sampai ada bukti.
sebenernya, ini masalah atau bukan, sih?
tapi, saya justru lebih kaget dgn alasan christiano ronaldo utk pindah ke RM.
ingin mencapai puncak???
nggak jelek juga, ‘sih!
*JLEB. JLEBJLEBJLEBJLEB.*
/tooafraidtotakeachance
@ dnial
Sebenarnya idenya udah lama, sih. Tapi memang terinspirasi bikin post-nya gara2 baca buku ybs. ^^a
Etapi di sana kan nggak ada bahasan tentang Popper. Jadi nggak deja vu amat dunk?
/rasanya (?) gak ada
//belum khatam baca buku ybs
:::::
@ Nazieb
Saya jadi ingat, dulu Owen sempat dapat Ballon d’Or. Sekarang kok rasanya… jauh banget ya? ^^;;;
/bener2 nggak kebayang
Masalahnya… ada nggak orang yang bisa menjamin 100% peristiwa di masa depan? Kalau ada, berarti Problem Hume bukan masalah lagi. π
::::
@ vya
Lho, justru itu bagus. Kalau ada pernyataan, memang lebih baik kalau disertai bukti. ^^
Kalau ada bukti yg kokoh, pernyataan jadi bisa dipertanggungjawabkan.
Seandainya saya bilang “di bulan ada alien”, tapi nggak ada buktinya, ya saya bakal ditertawakan. π
:::::
@ Frea
Mbak… baik-baik sajakah? ^^;;
Ibarat resep dokter, walau penyakitnya sama belom tentu obat yang dikasih sama juga. Karena pasti ada yang beda dari kondisi tubuh si pasien itu, atau sebagainya.
Maka dari itu, walau mirip2 kejadiannya. Belum tentu bakal berakhir sama, prasangka boleh saja tapi jangan terlalu berpegang dengan itu π
Siapa tahu owen bakal jadi top scorer di musim mendatang. π
itulah gunanya peluang
yah.. mmg aneh kalau pernyataannnya gitu, sora-kun ^..^;
βLife is like a box of chocolates β you never know what youβre gonna get.β
tapi, bukannya malah enak tuh.
tiap hari makan coklat, ada yg manis-pahit.
lebih variasi. π
(soalnya, pecinta coklat,sih)
Yeah, ini benar. Tapi, kita tetap boleh berharap kan untuk mendapat coklat yang sesuai dengan keinginan kita. Karena saya rasa harapan itu salah satu pemicu kita untuk tetap bisa berdiri dan berjalan. Setidaknya orang-orang yang punya harapan dalam hidupnya jauh lebih baik daripada orang-orang yang tidak punya harapan, karena harapan mengawali tujuan, setidaknya bagi saya π
@ Frea
Why???
Dengan berdiam diri tidak akan merubah apapun kan, begitupun kalau kita hanya melihat ke belakang itu juga tidak akan merubah apapun. Jangan terlalu memberati diri sendiri dengan apa yang Frea-chan pikirkan, just do it what you can do now
[…] Tentu, adakalanya saya ditanya tentang budaya Jawa oleh orang suku lain. Mungkin tentang wayang dan sebagainya. Untuk itu biasanya saya bilang, “Wah, mohon maaf, saya juga kurang tahu. Saya besar di Jakarta soalnya.” Habis perkara. Mungkin saya akan dibilang payah karena pengetahuan “kejawaan” saya kurang. Tapi, hei, saya kan selalu bisa belajar. […]
@ Adriano Minami
Yup, yup. =3
:::::
@ dana
…itu juga peristiwa tak terduga.
:::::
@ Cyberian
Yup, memang peluang bisa dipakai untuk menyiasati Problem Hume. Tetapi dia tetap bukan prediksi mutlak — selalu ada kemungkinan bahwa yang terjadi adalah sebaliknya. π
:::::
@ vya
Awas gendut… π
:::::
@ rukia^^
Sebenarnya, IMHO, justru Problem Hume itu memberikan harapan. Hari esok belum tentu sama dengan hari ini, jadi ya… betapapun menyebalkannya hari ini, bukan tak mungkin besok pagi berubah. π
Walaupun bukan tak mungkin, kalau hari ini menyenangkan, besok mendadak berubah. Tapi kita ambil optimisnya saja lah ya.yeee..ngeledek !
” Hari esok belum tentu sama dengan hari ini, jadi yaβ¦ betapapun menyebalkannya hari ini, bukan tak mungkin besok pagi berubah ”
berbanding terbalik sama pernyataan kira yamato,yah.
( hari ini sama seperti esok, yg segera datang )
hmm.. mengingatkan pada ulasan Rob Hughes di sebuah tabloid olahraga 4 tahun lalu mengenai betapa indahnya ketidakpastian itu π
dan menyakitkan juga karena 2 tahun kemudian berubah menjadi kepedihan ketidakpastianuntung dulu ga pernah beli kaos Owen π
semoga MU bisa menyembuhkan dengkul-nya yg selalu bermasalah itu π
^
Kalau melihat cedera dan permainannya yang sekarang, saya kok jadi lupa kalau Owen pernah dapat Ballon d’Or. Seriously. Benar-benar nggak nyangka. xD
sora9n [rasa] dia harusnya ke Inter. Itu klub yang sama yang menyembuhkan lutut Ronaldo…
…hanya untuk kemudian ditinggal ke Real Madrid. π
/the last bit is irrelevant
//the knee treatment does count, though